Samar samar, terlihat Makin sedang merenung di tengah kerumunan temannya yang lagi berdiskusi. Kurang lincahnya Makin berinteraktif kali ini dinilai berbeda bila dibandingkan sebelumnya.
Biasanya Makin menguasai forum. Walau sering mengalah demi kepentingan bersama. Dia berama teman-temannya berinisiatif membentuk komunitas di kampung halaman.
Baca juga: Dari yang Tersisa III (bagian tiga)
Komunitas tersebut dibikin wadah melakukan pembinaan, edukasi dan pengawalan memajukan masyarakat desa ke depan. Salah satu gebrakannya adalah menggugah hati masyarakat untuk berpartisipasi menyukseskan Pemilu.
Namun mereka menekankan datang ke TPS bukan karena iming-iming duit, melainkan sesuai dengan pilihan hati nurani. Jadi pemilih murni tanpa adanya transaksional dari caleg manapun.
Namun keberhasilannya itu ada ancaman sangat ditakuti Makin. Betapa tidak, sejauh ini, ia berjuang bersama kawan kawannya untuk mengubah pola pikir masyarakat agar tidak terjebak transaksional.
Malah Makin kecolongan oleh kekasihnya yang telah menjadi caleg tetap salah satu partai. Tak tanggung tanggung incarannya adalah perwakilan pusat.
Kontan saja, Makin selaku orang terdekatnya diminta menjadi tim sukses. Sehingga bikin dia dilema.
Namun, sejauh ini, ia belum memberikan kesediaannya jadi tim sukses. Makin hanya berjanji menduskusikan terkait hal ini.
***
Di tempat rindang Makin bertemu kekasihnya Shinta, ia datang lebih duluan dengan mengenakan kacamata hitam. Bibirnya yang sensual tersenyum menyambut kedatangan Makin penuh kemesraan.
Makin pun terpaksa juga menyunggingkan senyum nya kendati suasana hatinya tidak karuan.
“Tumben tidak telat?” kata Makin bersenda gurau.
“Karena ada yang ngajari aku untuk disiplin!" Jawab perempuan itu, sambil tertawa kecil.
Sementara Makin berusaha ingin menunjukkan dirinya baik-baik saja. Walau nilai idealimesnya sedang diuji dengan kepentingan pragmatis kekasihnya.
Dia sudah menegaskan, dirinya tidak bakal mendukung kekasihnya itu kendati hubungan yang terjalin sejak 10 tahun lalu harus pupus.
Hubungan keduanya dimulai sejak Kelas 1 SMA hingga berlanjut ke perguruan tinggi. Usai menyandang gelar Sarjana mereka sepakat kembali ke kampung halaman untuk membangun desa.
Namun, saat ini hubungan keduanya bakal menuai badai, antara kepentingan pragmatis dan idealime.
Demi mempertahankan nilai idealimesnya itu, Makin sudah siap melepaskan Shinta, meninggalkan dia dan tak pernah mengharapkan dia lagi.
Sebab, Makin tak ingin apa yang digagas oleh teman-teman nya dengan melakukan pembinaan dan edukasi terhadap masyarakat sia-sia.
“Jujur, sesungguhnya; aku tidak senang engkau mengambil langkah ini! Semuanya bertentangan dengan yang aku inginkan.” Kata Makin, sambil memegang tangan kekasihnya. Ia berharap, perkataannya tidak bikin hati Shinta terluka dan hubungannya tidak retak.
Mendengar ucapan itu, Shinta terdiam beberapa saat. Ia tidak menyangka Makin yang selama ini dianggap sebagai orang penting baginya rupanya telah memilih jalan berseberangan.
Bagi Shinta, Makin saat ini telah berubah, dulu ia selalu berbicara bahwa perubahan harus direbut. Sudah saatnya yang muda harus memimpin khsusunya kaum Hawa.
Sehingga ia memberanikan diri untuk mendaftarkan diri sebagai caleg, karena mendapatkan dukungan dari orang tuanya sebagai salah satu pengurus partai.
Pun juga secara finansial tidak perlu diragukan lagi, orang tua Shinta salah satu pengusaha yang harta kekayaannya melimpah.
“Aku berharap engkau bisa memahami keputusanku! Aku tidak bisa mengkhianati komitmen bersama teman-teman ku,” beber Makin.
“Bagaimana mungkin aku bisa memahami! Aku mengambil keputusan ini, tidaklah mudah, butuh pemikiran, pertimbangan. Aku terinspirasi kata-katamu. Dan barangkali aku bisa memahami ketika aku tidak terlanjur basah begini.” ketus Shinta, sejenak jadi hening.
Air mata mulai menetes di pipi Shinta. Ada rasa pedih dan kecewa. Ia menganggap Makin tidak konsisten, plin plan tidak sejalan dengan perkataannya tempo dulu.
“Sekarang, Aku ingin tahu apa alasanmu membuat keputusan begini? Menghancurkan segala yang kurencanakan.” tegas Shinta.
“Jalan mu sangat bertentangan dengan yang kubangun, dengan yang ingin kuperjuangkan! Tindakan mu, seolah menelikung dari belakang. Selama ini aku bersama teman-teman matian matian mengedukasi masyarakat. Tapi nyatanya, kau malah ingin memanfaatku mengubah fikiran mereka kembali. Sementara, perjuanganku dengan beberapa kawan tidak hanya cukup disitu. Masih ada hal lain. Semuanya, kami lakukan tahap demi tahap. Dan aku tidak ingin kau mencederai perjuangan kami.” urai Makin.
Panas, muka memerah, berang begitu yang dirasakan Shinta mendengar pembeberan Makin. Tapi ia tidak bisa berbuat apa apa.
Ia menganggap rencananya bakal lenyap, sirna karena sosok yang digadang-gadang bakal jadi penyemangat dalam pencalegannya mengambil langkah berseberangan.
Baca juga: Dari Yang Tersisa IV (bagian IV)
Tanpa pikir panjang, Shinta meninggalkan kekasihnya itu. Makin berusaha mencegahnya sekuat tenaga, tapi usahanya sia sia. Ia hanya bisa memandanginya dari belakang.
Hatinya sedih, namun ia meyakini semua akan indah pada masanya dipoles dari awal, hingga menjadi hubungan kekal - abadi.
***
Seminggu sudah, Makin tidak berkomunikasi, dengan Shinta. Kontaknya selalu berada di luar jangkuan. Ketika ia ke rumahnya batang hidungnya tidak tampak.
Informasi yang disampaikan orang tuanya, bahwa Shinta beberapa hari sibuk di luar. Makin panik, ia segera mencari info tentang keberadaan Shinta.
Nyatanya Shinta seolah lenyap bagai ditelan kegelapan, tidak ada satupun yang tahu. Bahkan di kampung terdekat basis massa dia sehelai rambutnya tidak kelihatan.
Sementara Shinta, tanpa sepengetahuan Makin menggandeng sepupunya, untuk mempengaruhi pemikirannya. Sekaligus dijadikan timses, bersosialisasi kepada akar rumput termasuk memasuki ruang lingkup masyarakat binaan Makin.
Sepupu Makin kompetensinya bisa disejajarkan dengan kekasihnya, pandai, cerdas, lihai dalam menggiring massa. Sayang, pemikirannya pragmatis, sering mengalami silang pendapat dengan Makin.
Tak ingin bermuram durja, Makin akhirnya tetap membulatkan tekad bersama teman-temannya untuk mengedukasi masyarakat, utamanya tentang pertanian.
***
Pesta rakyat telah usai, berdasarkan rekapitulasi suara yang diterima oleh Shinta, kekasih Makin itu dipastikan gagal melanggang ke kursi perwakilan rakyat.
Gagalnya Shinta melenggang ke kursi perwakilan rakyat juga sampai terdengar ke telinga Makin.
Namun ia bersikap biasa saja karena dari awal dia tidak pernah mendukung nya. Sebab, Shinta memainkan politik uang dan memaksakan kehendaknya.
Usai sarapan, lalu minum kopi dan mengahabiskan sebatang kretek, Makin bergegas mendampingi dinas terkait melakukan penyuluhan sekaligus bantuan bibit kepada petani.
Namun, Makin dikejutkan dengan kedatangan Shinta. Kekasihnya yang selama ini hilang rimbanya. Kini muncul menampakkan wajah berang
Hatinya Makin bergetar, menatap raut wajah Shinta penuh dengan amarah. Ia langsung meluapkan kemarahannya.
Baca juga: Dari yang Tersisa IV (bagian tiga)
Makin cuma bengong disudutkan dan dituding melenyapkan duit ratusan juta. padahal sejak awal dia sudah menegaskan tidak bakal mendukung pencalegan Shinta karena bertentangan dengan komitmen nya.
“Sudah bicaranya? Mestinya kamu punya sebelum engakau melampiaskan tuduhan itu," desak Maki dengan nandanya yang sudah mulai agak kesal.
“Oh, begitu! Kau pura pura enggak tahu atau memang sengaja jadi pecundang!” Makin sangat kaget, mendengar tuduhan itu.
Ucapan itu terasa nyeri dihatinya. Namun ia tidak bereaksi. Dirinya hanya berfikir Shinta terpapar fitnah dari orang yang sengaja mengadu domba atau tidak bertanggung jawab.
“Betul saya benar-benar tidak paham!” tegas Makin.
Shinta melotot ke arah Makin, amarah di benaknya semakin memuncak.
“Baik, jika kau tidak tahu, saya akan jelaskan semuanya! Aku gagal jadi Caleg, karena kau! Kau hanya makan uangku, kau tidak turun kelapangan menggerakkan massa. Kau bisa dilihat, tak ada sedikitpun perolehan suara di kampung ini.” Shinta meluapkan amarahnya.
“Itu fitnah! Tidak benar, siapa yang menyatakan hal itu kepadamu?" hardik Makin.
Hatinya panas, sebab ia tidak pernah melakukan hal tersebut. Namun ia tetap tenang sambil berpikir siapa gerangan yang melakukan adu domba ini.
Suasana jadi hening, tidak ada suara yang terdengar dari mulut keduanya. Kini Shinta cuma bisa menarik panjang di tengah kekalutan batinnya.
Saat ini ada dua pertanyaan berkecamuk. Siapa yang bisa dipercaya? Apakah Makin atau sepupunya? Tetapi dia lebih meyakini Makin yang memakan uangnya, buntut mata hatinya dibutakan oleh kuatnya prasangka.
“Pokok nya, aku tidak mau tahu, aku ingin uang yang kau makan itu dikembalikan. Titik!” ucap Shinta sarkas.
Lalu dia bergegas meninggalkan Makin. Makin diam saja membiarkan Shinta berpaling meninggalkannya.
Sekarang, ia hanya ingin tahu siapa dalang dibalik semua ini? Tindakannya tidak bisa ditoleransi. Hari ini juga, ia berjanji harus tahu siapa penyebar fitnah dan kebencian yang semakin mendalam di hati Shinta.
Sampang, Ramadhan 2014
Editor : awsnews.id