JAKARTA, HNN - Pemerintah terus berupaya dalam mengendalikan impor pangan. Hal tersebut dilakukan guna memicu petani lokal untuk meningkatkan produktivitas pangan, sehingga program swasembada pangan segera terwujud.
Menanggapi hal itu, Gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI) mendukung apa yang direncanakan pemerintah. Namun demikian, pemerintah diharapkan dapat dapat memenuhi tingkat kebutuhan pasar.
Baca juga: Mayjen TNI Rafael Terima Penghargaan Prapanca Award dari PWI Jatim
"Kalau memang kita sudah sangat mumpuni dan mampu memenuhi kebutuhan pangan kita memang tidak masalah, ketika pangan itu kemudian diatur dan bahkan dikurangi," kata Ketua Umum GINSI, Cap. H. Subandi dalam diskusi yang mengangkat tema "Peran GINSI Dalam Menjaga Ketahanan Ekonomi nasional" yang digelar di di Jl. Boulevard, kelapa Gading Jakarta Utara pada Rabu (01/11/23).
Hanya saja, kata Subandi ketika ketersediaan pangan nasional tidak dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, maka jalan satu-satunya adalah pemerintah harus mendatangkan pangan dari luar negeri atau mengeluarkan kebijakan importasi. "Karena masyarakat kita kan butuh dipenuhi kebutuhan pangannya," ujar Subandi.
Oleh karena itu, kata Subandi, GINSI sebagai asosiasi yang mewadahi para pelaku usaha importasi sudah barang tentu harus mendukung kebijakan tersebut. Pihaknya juga siap bersinergi dengan pemerintah dalam rangka mengawal regulasi maupun melakukan pembinaan bagi pelaku usaha importasi.
"Jika bisnis importasi ini tidak diatur maka akan terjadi persoalan. Misal yang punya modal besar akan lebih kuat dibandingkan para pelaku importasi yang bermodal lebih kecil," imbuhnya.
Subandi juga menambahkan, jika tidak ada aturan yang ketat, maka akan membuka ruang bagi pemilik modal besar melakukan kecurangan, seperti memonopoli salah satu produk impor. Sehingga pemilik modal kecil tidak mendapatkan kuota yang dibutuhkan.
Sebab untuk memenuhi tingkat kebutuhan masyarakat yang tidak dapat tercover oleh produksi Dalam Negeri maka importasi itu sebuah keniscayaan.
"Sebuah hal yang memang menjadi sunnatullah, karena ketika di sebuah tempat atau di sebuah negara itu sangat membutuhkan sebuah produk, yang produk tersebut tidak bisa diproduksi ataupun terbatas jumlahnya, maka mau tidak mau untuk memenuhinya tentu dengan impor," katanya.
Sementara itu, pengaman ekonomi Khudori menjelaskan pada bulan Oktober ini Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis angka inflasi dan perkembangan sejumlah harga komoditi di Tanah Air.
"Yang perlu mendapatkan perhatian serius oleh pemerintah terutama beras. Kami menduga bahwa beras akan tetap menjadi penyumbang inflasi terbesar di Oktober selain September kemarin," ungkapnya.
Baca juga: Mas Hakim Sosialisasi di Arena CFD Jombang, Targetkan Gen Z Demam Wayang Topeng Jati Duwur
Selain beras, kata dia, penyumbang inflasi yang dinilai cukup besar di antaranya bawang putih, cabai merah, cabai rawit dan cabai keriting, Dimana, pada Oktober komoditas pangan tersebut dinilai juga menjadi penyumbang inflasi.
"Bahkan kami memprediksi, akhir tahun ini hingga awal tahun depan akan ada beberapa komoditas yang penting yang perlu mendapatkan perhatian dari pemerintah. Oleh karena itu kami menyarankan agar kementerian atau lembaga terkait dapat memastikan ketersediaan hingga pendistribusiannya. Termasuk harga harus terkendali. Dan salah satu komoditi yang paling krusial adalah beras," ungkap Khudori.
Menurut dia, kebutuhan beras sebagaimana data terakhir dari BPS bahwa produksi nasional tahun ini turun dibandingkan tahun lalu, meskipun ada surplus namun sangat kecil.
“Karena itu, keputusan pemerintah untuk mengizinkan impor beras sebuah keputusan yang tepat. Tinggal pemerintah memastikan hitungan yang cermat. Menurut hitungan saya tambahan kuota impor satu setengah juta dari tiga setengah juta ton tadi itu terlalu besar," ujar Khudori.
Khudori juga meminta agar pemerintah memastikan berapa kebutuhan beras nasional, selanjutnya kapan waktu bisa datang. Tidak kalah penting pemerintah juga harus bisa mengakselerasi, mempercepat impor gula. Sebab harga gula saat ini terus mengalami kenaikan hingga menembus Rp16 ribu per kilogram.
"Cukup tinggi dan kalau kita tengok mulai dari awal tahun itu gula konsisten menjadi penyumbang inflasi," kata Subandi
Baca juga: PN Surabaya Didemo, Nama Crazy Rich Budi Said Dicatut Dalam Kasus Tanah
Subandi juga mengingatkan agar pemerintah dapat memastikan ketersediaan gula nasional. Sebab musim giling sudah hampir selesai dan produksi tahun ini diperkirakan tidak sebagus tahun lalu. Menurutnya, angka produksi trennya menurun, sementara perusahaan-perusahaan yang diberikan izin impor tersebut realisasinya dinilai masih rendah.
“Makanya penting buat pemerintah untuk mengakselerasi kalau mereka memang tidak komit dengan kuota yang sudah diberikan sebaiknya pemerintah segera menugaskan kepada BUMN pangan,” tegas Khudori. (*)
Artikel ini telah tayang sebelumnya di hariannasionalnews.com dengan judul "GINSI: Jika Produksi Dalam Negeri Tidak Bisa Memenuhi Kebutuhan Nasional, Impor Sebuah Keniscayaan". lihat harikel asli disini
Editor : Redaksi