JAKARTA, HINews - Citra "gemoy" yang yang disematkan terhadap Prabowo Subianto dinilai tidak tepat. Hal tersebut lantaran capres nomor urut 2 itu menunjukkan gaya aslinya yang emosional saat debat perdana yang diselenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada Selasa (12/12) malam.
Pakar komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menilai terlihat ada ketidaksinkronan antara branding gemoy, dengan perilaku ketika debat. Perangai Prabowo mengonfirmasi karakter emosional yang asli, sebelum muncul citra gemoynya.
Baca juga: Kondisi Eropa Yang Berubah Sekularistik
Menurut dia, gemoy berarti menggemaskan. Julukan itu lekat pada Prabowo karena kerap spontan berjoget atau menari, ketika menghadapi keadaan "sulit".
Salah satu aksi joget yang viral ialah saat Prabowo berhadapan dengan jurnalis Najwa Shihab dalam adu gagasan ala Mata Najwa di Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pertengahan September lalu.
Citra Prabowo sebagai sosok yang menggemaskan tak muncul di Pilpres 2019. Ketika itu, Prabowo dikenal publik sebagai sosok yang tegas dan cenderung emosional. Dalam salah satu momen kampanye, Prabowo bahkan pernah terekam menggebrak podium saat sedang berorasi.
"Strategi ini gagal. Padahal, aslinya bukan begitu (gemoy). Harusnya, menurut saya, pencitraan itu harus sejalan dengan perilaku sehari-hari dia. Sehingga, (tidak) terlihat kontradiktif," kata Emrus dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (20/12/2023)..
Dalam debat perdana Pilpres 2024 digelar di halaman Gedung KPU, Jakarta Pusat, Selasa (12/12), Prabowo memang terekam berulang kali menanggapi argumentasi lawan politiknya secara emosional.
Ketika dalam salah satu sesi debat Anies mengkritik partai politik yang kerap mendapat persepsi buruk dari masyarakat. Kinerja parpol yang melempem, kata Anies, turut menyebabkan demokrasi memburuk. Ia juga menyinggung lemahnya peran oposisi.
Saat menanggapi, Prabowo menyebut Anies berlebihan. Ia lantas menyinggung bagaimana Anies sukses menjadi Gubernur DKI Jakarta lantaran disokong Partai Gerindra lewat proses yang demokratis. Ada peran parpol di situ.
Baca juga: Catatan Politik Didik J Rachbini
"Mas Anies, Mas Anies. Anda itu berlebihan. Jika oposisi ditekan oleh Jokowi, kalau Jokowi itu otoriter, Anda tidak mungkin jadi Gubernur DKI. Anda ingat, saya yang membawa Anda jadi Gubernur," kata Prabowo menegaskan.
Anies menyerang balik dengan menyebut Prabowo tak tahan berlama-lama jadi oposisi. Ia bahkan mengungkap salah satu pembicaraan-nya dengan Prabowo. Menurut Anies, Prabowo tak betah jadi oposisi lantaran bisnis-nya tak bisa berkembang.
"Dalam perdebatan itu kan terucap kata, 'Mas Anies, Mas Anies!'. Itu memiliki makna superior. Pada forum perdebatan formal apa pun, latar belakang itu harus egaliter dan tidak boleh (kandidat) itu memposisikan superior dibanding orang lain," tutur Emrus, sebagaimana dilansir dari Antara.
Tak hanya ketika berdebat dengan Anies, emosi Prabowo juga sempat terpantik saat menanggapi pertanyaan Ganjar soal dugaan terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Prabowo berdalih serangan semacam itu hanya dipakai lawan politik untuk menjatuhkan pamor-nya.
Baca juga: Jelang Pilkada Kota Bekasi, Masyarakat Diminta Tak Pilih Politisi Kutu Loncat
KPU menyelenggarakan debat pertama capres-cawapres Pilpres 2024 di Jakarta, Selasa, dengan tema pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.
Debat diikuti tiga pasangan capres-cawapres yakni nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, dan nomor urut 3 Ganjar Pranowo-Mahfud Md.
Rangkaian debat akan dilanjutkan pada 22 Desember 2023, 7 Januari 2024, 21 Januari 2024, dan 4 Februari 2024.**
Artikel ini telah tayang sebelumnya di harianindonesianews.com dengan judul "Begini Pendapat Pakar Komunikasi Politik Soal Citra "Gemoy" Prabowo". lihat harikel asli disini
Editor : Redaksi