JAKARTA, HINews - Tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Bekasi telah dimulai, hal itu ditandai dengan pendaftaran sejumlah bakal calon wali kota yang akan bertarung pada kontestasi politik pada November 2024 mendatang.
Seiring dengan itu, konstalasi politik di Bumi Patriot itu mulai menghangat, menyusul dengan beredarnya video black campaign (kampanye hitam) yang diduga dilakukan oleh salah satu pendukung bakal calon Wali Kota Bekasi terkait imbauan agar tidak memilih calon kepala daerah mantan koruptor.
Baca juga: Kondisi Eropa Yang Berubah Sekularistik
Menanggapi hal itu, pengamat politik Etos Indonesia Institut, Iskandarsyah menilai bahwa dinamika politik jelang pemilu, baik itu pilpres maupun pilkada merupakan hal yang lumrah sepanjang dilakukan dengan cara-cara yang beradab dan tidak menyerang secara personal.
Iskandar mengatakan, terkait dengan beredarnya video melalui akun Tik-Tok yang mengimbau warga kota Bekasi agar tidak memilih kepala daerah mantan koruptor, jika dilihat dari narasinya itu merupakan hal yang positif sekedar mengingatkan masyarakat.
"Tapi jangan lupa bahwa bakal cawalkot yang tidak pernah tersandung hukum tidak ada jaminan bahwa dirinya bersih dari korupsi. Hanya saja (dia) mau jujur atau tidak pada hati nuraninya. Karena sudah menjadi rahasia umum bahwa perilaku pejabat maupun birokrat kita itu cenderung koruptif," ujar Iskandar yang juga aktivis 98 ini kepada HNN, Kamis (9/4/2024).
Lanjut Iskandar, belum hilang dari ingatan publik bahwa ada salah satu mantan petinggi partai yang pernah sesumbar bahwa jika dirinya korupsi ia siap digantung di Monas. Tapi faktanya di tengah perjalanan, politisi itu akhirnya harus berurusan dengan KPK dan menjalani hukuman 8 tahun penjara atas kasus korupsi yang menjeratnya.
"Jadi tidak ada jaminan bahwa cawalkot yang mengklaim dirinya bersih dari korupsi, lantas tidak pernah melakukan korupsi. Sebab saat ini banyak politisi yang menjelma jadi malaikat palsu. Seolah dirinya bersih, padahal sama saja penghisap uang rakyat juga," tegas Iskandar.
Terkait dengan mantan napi koruptor boleh mencalonkan kembali menjadi caleg maupun calon kepala daerah, kata Iskandar, hal itu sudah diatur dalam Putusan MK Nomor 12/PUU-XIX/2023.
"Soal mantan napi koruptor diperbolehkan maju dalam kontestasi pilkada sudah clear. Hal itu sudah diatur dalam putusan MK. Jadi tidak mungkin dibatalkan hanya karena opini yang dibuat melalui akun Tik-Tok. Semua ada mekanismenya. Putusan itu tentunya melalui perdebatan panjang dari para hakim MK," pungkas Iskandar.
Baca juga: Catatan Politik Didik J Rachbini
Sebelumnya, MK menyatakan mantan narapidana boleh mencalonkan diri sebagai caleg DPD lima tahun setelah keluar penjara. Hal itu dituangkan dalam putusan nomor 12/PUU-XIX/2023.
Putusan itu dibuat atas gugatan uji materi pasal 182 huruf g UU Pemilu yang dilayangkan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Pasal tersebut pun diubah menjadi:
(i) tidak pernah sebagai terpidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, kecuali terhadap terpidana yang melakukan tindak pidana kealpaan dan tindak pidana politik dalam pengertian suatu perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana dalam hukum positif hanya karena pelakunya mempunyai pandangan politik yang berbeda dengan rezim yang sedang berkuasa.
(ii) bagi mantan terpidana, telah melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah mantan terpidana selesai menjalani pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan secara jujur atau terbuka mengumumkan mengenai latar belakang jati dirinya sebagai mantan terpidana
Baca juga: Jelang Pilkada Kota Bekasi, Masyarakat Diminta Tak Pilih Politisi Kutu Loncat
(iii) bukan sebagai pelaku kejahatan yang berulang-ulang. (Pri)
Artikel ini telah tayang sebelumnya di harianindonesianews.com dengan judul "Publik Diminta Waspadai Calon Kepala Daerah Yang Menjelma Jadi Malaikat Palsu". lihat harikel asli disini
Editor : Redaksi