Surabaya, IPers - Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), atas permohonan PT.Mandiri Duta Contractor (MDC) Pelaksana Proyek terhadap PT.Gedung Berkat Damai Sejahtera (GBDS) Managemen Hotel MaxOne, kembali digelar yang kedua kalinya, usai permohonan sebelumnya ditolak hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.
Pada perkara yang kedua ini, bernomor 39/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN Niaga Sby, yang berlangsung diruang utama niaga Cakra masih agenda menunggu laporan hakim pengawas (RPM).
Baca Juga: Polisi Berhasil Amankan Tersangka Curanmor Beraksi 20 TKP di Surabaya
Tanya jawab pun berlangsung alot, Saat perkara dipimpin hakim ketua Gunawan Tri Budiono, Didampingi hakim I Ketut Tirta, dan Hakim Sutris.
Sementara, Dari pihak pemohon sendiri diwakilkan oleh pengacara Totok Prastowo, Dan untuk pihak termohon Jonny Hartono serta Antony selaku prinsipal turut hadir didampingi kuasa hukumnya, Dalam hal ini Jonny sudah mengutarakan didepan majelis hakim bahwa siap membayar tagihan hari ini juga.
“Ijin yang mulia, Saya hari ini sudah siap mau bayar tagihan-tagihan kenapa koq sulit begini,” kata Jonny selaku pemilik hotel maxone didampingi direksi dan pengacara.Kamis (26/10).
Termohon juga mengungkapkan, Bahwa soal adanya investor yang siap namun mundur.
“Ijin yang mulia, Sebelumnya sudah ada investor tapi mundur karena selalu dipanggil jadi sudah tidak minat lagi,” tandas Jonny.
Selanjutnya, Hakim ketua pun menjelaskan bahwa pembayaran utang tagihan tersebut ada mekanisme yakni melalui putusan sesuai Undang-undang no 37 tahun 2004..
“Tidak seperti itu mekanismenya, dan tidak bisa secara premanisme hanya secara lisan, semua itu ada mekanisme melalui putusan,”kata hakim Gunawan.
Berbeda lagi yang disampaikan oleh pihak tim pengurus (Kurator) Arjuna Prima, yang mempertanyakan tentang jasa fee pengurus dan proposal perdamaian serta pencabutan perkara.
“Proposal perdamaian diajukan terkait proses pembayaran tidak pernah dibahas dan tidak ada diserahkan ke kami,”pungkas Arjuna.
Penjelasan tersebut langsung direspon oleh debitur (termohon).
Baca Juga: Berawal dari Tangani Kecelakaan, Polres Sampang Berhasil Ungkap Dugaan Curanmor TKP di Pamekasan
“Saya merasa pengurus kasus ini tidak profesional. Kami meminta diberi kesempatan untuk membayar kreditur konkuren secara lunas. Proposal pencabutan sudah saya ajukan ke hakim, tetapi sampai sekarang belum diizinkan.Ternyata kurator ngomong fee. Sebenarnya kalau dia (kurator) bekerja dengan baik pasti kami hargai saya bisa lunasi tagihan hari ini juga, Saya bisa loh bayar semua itu sekarang,”tegasnya.
Usai rapat pembahasan ditutup majelis Jonny pun memberikan komentarnya kepada wartawan didepan ruang sidang.
“Karena ada itikad baik makanya kita bahas di PN kita bayar lunas, Masih angel dengan aturan-aturan yang begitu, Kita siap dikasih persetujuan untuk membayar semua konkuren secara lunas biar selesai biar kita bekerja dengan normal kembali,”ungkapnya berharap kebijaksanaan hakim.
Lagi Jonny pihak managemen hotel MaxOne daerah Dharmahusada Surabaya, Menyampaikan kekecewaan.
“Selama proses PKPU ini tidak dijalankan sesuai tata cara. Artinya dalam proposal perdamaian, tidak menjamin terselesaikannya pembayaran kreditur. Karena aset sudah dijaminkan ke BNI. Sehingga awal termohon ini dalam proposal menyampaikan akan jual aset. Kalau laku akan melakukan upaya penagihan karena tidak ada hubungan dengan BNI. Makannya wajar kami minta jaminan,”tutur Jonny.
“Karena saya menghormati keputusan Pengadilan PKPU, makanya saya tetap akan membayar lunas semua konkuren yang ada,”tutup pengusaha hotel.
Baca Juga: Kapolda Jatim Resmikan Sejumlah Faskes Rumah Sakit Bhayangkara di Jawa Timur
Untuk diketahui, PT MDC mengajukan permohonan pkpu terkait tagihan, Namun dalam perkara ini masih menunggu laporan hakim pengawas Erin tuah Damanik kepada majelis pemutus.
Sementara, Informasi yang didapat media Jejaringpos.com pihak termohon dalam hal ini PT GBDS merasa tak terima, menggugat balik PT MDC selaku kontraktor di Pengadilan Negeri Surabaya dalam perkara wanprestasi (Ingkar Janji) bernomor 389/Pdt.G/2023/PN Sby.
Bermula perjanjian pengerjaan kontraktor disebut adalah 1 tahun harus selesai, Yakni sejak tahun 2014-2015, Namun selesainya pekerjaan di tahun 2017, Sehingga tagihan tersebut jika dipotong denda, bunga, dan kerugian keterlambatan harus dibebankan kepada pihak kontraktor yang menjadi utang ke PT.GBDS.
Sebagaimana, Berita terkait perkara PKPU sejak awal atas permasalahan kedua pihak tersebut, lebih jelasnya sesuai pada pemberitaan sebelumnya, sebagai media peliputan khusus perkara PKPU-Kepailitan. (Red)
Artikel ini telah tayang sebelumnya di indonesiapers.com dengan judul "PT GDBS Jalani Sidang Niaga Digugat oleh Kontraktor Wanprestasi". lihat harikel asli disini
Editor : Redaksi