Dari yang Terisisa IV (bagian I)

author awsnews.id

- Pewarta

Minggu, 04 Feb 2024 20:28 WIB

Dari yang Terisisa IV (bagian I)

i

Ilustrasi/foto dokumentasi pribadi

Surabaya,AWSNews.id - "Kalau engkau memang ingin berubah, harusnya engkau tidak bersama teman mu itu. Bukankah dia yang mempengaruhi mu selama engkau hidup bersama ku. Mana mungkin engkau akan berubah bila masih berteman sama dia."  kata Rimba kepada Nita.

Nita hanya tertunduk, tidak menyangka mendapatkan teguran dari Rimba. Hatinya tiba-tiba gelisah tidak tenang. Ia hanya bisa merebahkan kepalanya di pundak Rimba.

Nita hanya memeluk lengan Rimba, ia tidak tahu harus berbuat apa? Sesekali ia terisak kendati tidak ada air mata yang meleleh dari kedua bola matanya yang lentik itu.

Sejak hidup satu atap dengan Nita, Rimba sering mewanti-wanti agar dia menjauhi wanita itu. Lantaran gaya hidupnya yang terlalu tinggi, nongkrong di Cafe, rumah hiburan dan sering menghamburkan duit.

Nita yang pikirannya masih labil, akhirnya terpapar oleh dia, ketika ditinggal dua pekan atau sebulan dia kerap bersama temannya itu keluar tanpa sepengetahuan Rimba.

Hingga uang belanja yang seharusnya cukup satu bulan cukup dan bisa ditabung ludes dalam hitungan dua pekan, bahkan adakalanya hitungan hari.

Menerima kenyataan itu, akhirnya dia meminta Puspa mengintainya. Puspa satu organisasi dengan Rimba, dia cerdik dalam menyamar, mengintai bahkan dalam menyusup.

Dan dalam satu organisasi ini diutamakan  membangun sistem kekeluargaan, saling membantu jika  kesulitan menjalankan tugas.

Sehingga tugas yang diemban rekan organisasi nya itu bisa tuntas.

Selain itu kedatangan Nita bukan momen yang tepat, pasalnya awal tahun 2024 ini merupakan tahun politik. Sehingga waktu Rimba sangat terbatas.
                               ***

Puspa setelah berhasil mengintai tingkah laku Nita akhirnya menyampaikan ke Rimba, mereka bertemu di kawasan Penjaringan.

Puspa lantas membeberkan hasil temuannya sambil menunjukkan foto yang berhasil diambil oleh nya.

"Kesimpulan saya sementara dia terpapar gaya hidup dua teman perempuannya itu. Sehingga duit belanja cepat habis," tutur Puspa.

Mendengar penjelasan Puspa, Rimba naik pitam tangannya pun mengepal menahan amarah. Lalu Puspa memegang lengan Rimba dan menyuruhnya sabar.

Melihat Rimba kembali tenang, Puspa  melanjutkan hasil temuannya. Ia memaparkan, Nita tiap 2 hari sekali pasti keluar bersama teman-temannya bahkan sampai ke Bogor.

"Ngapain di sana?" tanya Rimba
"Cuma nongkrong mas, cuma itu aja," jawab Puspa.

Mendengar penjelasan dari Puspa, hati Rimba sedikit lega, cuma dia tidak habis pikir kenapa Nita masih suka nongkrong, bukankah dia tahu statusnya saat ini. Dan mestinya dia menyadari hal itu.

Memang dia membebaskan Nita berkawan dengan siapa saja, nongkrong dengan siapa saja akan tetapi sifatnya tidak hura-hura dan tidak penting.

"Mungkin ini salah ku Pus? Karena aku kontak dia 3 hari atau bahkan seminggu sekali. Kecuali dia telpon atau kirim pesan duluan. " ujar Rimba.

"Tapi sebelumnya aku sudah jelaskan, aku akan menghubungi dia kembali 2 hari atau seminggu biar dia tidak salah paham, tujuannya agar aku dan Nita bisa belajar bagaimana merawat rasa rindu," beber Rimba.

"Nah, disaat itu pula Nita memanfaatkan foya-foya bersama teman-temannya, tapi aku salut sama dia, dia tidak minum alkohol, kadang dia hanya sesekali merokok dan minuman biasa," terang Puspa.

Rimba cuma diam, matanya menatap kosong ke depan, dia sedikit bersyukur karena Nita tidak sampai mengkonsumsi minuman beralkohol tapi cuma  merokok.

Nita sebelum kenal dengan Rimba dia juga penikmat rokok dan kopi hitam. Namun setelah sah hidup satu atap dengan Rimba dia mengurangi dan  berhenti merokok.

Bahkan ketika dia ingin merokok, hanya menghisap sesekali kretek yang dihisap oleh suaminya itu. Niatnya sudah kuat untuk berhenti merokok, karena alasan kesehatan dan reproduksi nya.

Tak berselang lama, keduanya memutuskan cabut dari tempat tersebut, Puspa mengajak Rimba ke rumahnya, untuk menenangkan diri beberapa hari.

Puspa khawatir Rimba tidak bisa menahan diri hingga berimbas pada biduk rumah tangga mereka.

Sebab dari sudut pandangnya, permasalahan ini bukan persoalan yang besar, masih bisa diperbaiki dan tak harus berujung pada perang urat syaraf

Dia menilai, Nita tidak bisa menempatkan diri saja sehingga menghamburkan uang demi menjaga solidaritas bersama teman-temannya.

                              ***

Dini hari Puspa mengajak Rimba ke salah satu tempat hiburan malam, berdasarkan informasi yang diperoleh dari temannya. Nita bersama dua teman wanitanya itu saat ini sedang nongkrong disitu.

Namun seusai perencanaan matang, mereka menunggu diluar, tidak ingin bikin keributan di dalam rumah hiburan itu.

Baru setelah memastikan Nita bersama teman-temannya cabut dari tempat itu,  Puspa mengegas mobilnya membuntuti mereka.

Sampai di jalan yang sepi, Puspa lalu memberi aba-aba agar mobil yang ditumpangi Nita berhenti.

Kemudian Puspa bergegas ke arah kendaraan itu, ia mengetuk kaca mobil tepat di tempat duduk Nita. Setelah kaca terbuka Puspa langsung bertanya ke perempuan tersebut.

"Kamu Nita," tanya Puspa.
"Iya, ada apa? Kata Nita sedikit sarkas.
"Ini suami mu?" tanya Puspa lagi.

Setelah itu Puspa menunjukkan foto Rimba ke Nita. Nita kaget bukan kepalang, jantung nya seolah berhenti.

Ia khawatir terjadi sesuatu pada nya. Lantas ia keluar dari mobil dan mendekati Puspa.

"Iya itu suami ku," kata Nita was-was matanya berkaca-kaca, ada rasa khawatir di hatinya.
"Apa pastas kamu mengakui dia sebagai suami mu?" tanya Puspa.
"Apa maksud mu?" kata Nita.

Nita mulai naik pitam, saat ini dia curiga perempuan di hadapannya itu adalah istri kedua dari Rimba.

Lantas Nita memaksa minta HP yang dipegang Puspa diserahkan. Sebab dia meyakini HP tersebut milik Rimba.

Namun, Puspa mengabaikannya hingga terjadi perkelahian antar keduanya. Nita mengamuk dia membabi buta menyerang Puspa dengan segala kemampuannya.

Mendapatkan serangan yang gencar, Puspa menghindar tanpa melakukan serangan balasan. Ia sadar tugasnya bukan menyakiti Nita.

Tapi pada akhirnya Puspa juga memutuskan untuk menyerang, namun  sebisa mungkin seranganya tidak berdampak buruk pada Nita.

Pertarungan dua pendekar itu masih berlangsung. Keduanya saling menyerang juga saling menghindar, hingga akhirnya Nita berdiri tegak seolah membaca mantra sambil meggepalkan tangannya.

Melihat hal itu Rimba turun dari mobil dan segera berlari menghampiri Nita.

"Nita hentikan," teriak Rimba dan secepat kilat menyambar lengannya.

Rimba lalu mengangkat tangan Nita ke atas dan menyuruh melepaskan kekuatannya ke udara. Ia sadar bila kekuatannya itu mengenai tubuh manusia tidak bisa dibayangkan seperti apa nasibnya.

Setelah meyakini kekuatan di tangan Nita hilang, ia menurunkan tangan teman hidupnya itu. Sementara Nita hanya bisa menangis kemudian dia memeluk tubuh Rimba sangat erat.

"Siapa wanita itu?' tanya Nita di tengah tangisnya.
"Dia rekan kerja ku," ujar Rimba
"Tidak...... aku tidak percaya, dia pasti madu ku," teriak nya dibakar api cemburu

Lalu dia mendorong Rimba dan menyerangnya hingga tendangan kaki Nita yang laksana kilat mengenai pundaknya.

Ketika Nita hendak menyerang lagi, Puspa langsung bergerak cepat dan menempelkan sebilah pisau di leher Nita sambil mengancam nya.

"Bergerak satu langkah maka leher mu akan ku gorok," tegas Nita.
"Istri macam apa kau ini? Suka menghamburkan uang dan sekarang malah berani menyerang suami mu, pikir dong sebelum bertindak, atau otak mu sudah sinting," bentak Puspa.

Melihat adegan itu, Rimba khawatir Nita reaktif dan berusaha untuk melawan sehingga pisau yang menempel di lehernya benar-benar menyayatnya.

Tapi Puspa memberikan isyarat agar Rimba tenang. Sambil menghardik Nita dengan ucapan kasar.

"Andai kau bukan istri Rimba, aku tak segan menyayat leher mu." Usai berkata Puspa lalu mendorong Nita ke arah Rimba, dia pun memeluk istrinya itu dengan penuh kasih sayang walau hatinya dongkol dan marah.

Namun ia masih  bisa menahan amarahnya, Rimba berpikir Nita harus diwejang agar bisa memperbaiki diri dan tidak mengulangi perbuatannya.

Sementara itu, Puspa menghampiri dua teman Puspa yang ngumpet di dalam mobil, setelah itu dia menyuruhnya pergi dan melarang menghubungi Nita lagi.

"Eh cepat tinggalkan tempat ini sebelum kesabaran ku habis," tegas Puspa.

Setelah itu dia melangkah ke arah Rimba dan mengajak nya ke rumahnya.

"Mas sebaiknya istrimu dibawa ketempatku saja," ajak Puspa.

                             ***

Sesampainya di rumah, Puspa langsung melangkah ke kamarnya mengambil handuk baru dan pakaian untuk Nita.

Lantas dia meminta Rimba membawa Nita ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh istinya.

Tanpa pikir panjang Rimba membawa Nita ke kamar mandi melepaskan satu persatu pakaian Nita.

Ia cuma iba melihat pasangan hidupnya itu dengan raut wajah yang sedih, dan tak ada maksud untuk menghakimi atas kesalahannya itu.

Sementara Puspa bergegas  ke dapur memasak air untuk membikin teh dan kopi dan air panas.

Selesai membersihkan tubuh Nita, Rimba mengajaknya  duduk di ruang tamu sambil nunggu Puspa. Sementara dengan suara lirih Nita bertanya siapa sebenarnya Puspa. Ia masih penasaran dan sedikit curiga.

"Siapa wanita itu Mas?"
"Pastinya bukan madu mu, dia rekan kerjaku, kami sering bekerjasama menyelesaikan tugas dari kantor," beber Rimba
"Dia baik mas, tegas tapi dia juga "gila", sadis," kata Nita.

Rimba tidak mengubris perkataan Nita, dia hanya membelai rambutnya sementara Nita masih merebahkan kepalanya di dada pasangan hidupnya tersebut.

Tak berselang lama Puspa datang membawa air hangat, teh panas dan kopi hitam dan buah-buahan yang disuguhkan bagi keduanya.

"Silahkan dipilih minumannya, Mbak ingin minum apa?" ujar Puspa ke Nita.

Nita memilih air hangat, ia meminta Rimba mengambinya, dia pun mengambil gelas tersebut dan membantu Nita meminumnya.

Setelah itu terjadi perbincangan di antara Nita dan Puspa, sementara Rimba cuma jadi pendengar.

Puspa meminta maaf atas insiden yang baru saja terjadi sekaligus menjelaskan tidak ingin mencampuri urusan keluarga mereka.

Hanya saja beber Puspa, keikutsertaannya sebagai bentuk solidaritas mencarikan solusi terbaik.

Nita paham apa yang dibeberkan Puspa, dia tidak mempermasalahkan tindakannya, tapi dia penasaran siapa sesungguhnya Puspa.

Sikapnya ramah, tapi dia juga beringas, ilmu bela dirinya sangat mumpuni. Nita mengakui dalam pertarungan itu Puspa tidak sungguh-sungguh.

Padahal menurut Nita, Puspa harusnya bisa menjambak kuncir rambutnya dan melumpahkan. Namun seolah-olah tangannya mengenai sasaran kosong.

Namun, dalam perbincangan itu, tiba-tiba Rimba menyela ia mengatakan perutnya lapar. Ia ingin membeli makanan dan menyuruh Puspa menemani Nita.

Rimba segera bergegas, sementara Puspa mendekat ke Nita, ia bermaksud ingin memberikan pencerahan agar Nita tidak ikut-ikutan foya-foya bersama teman-temannya.

"Mbak, aku ingin bicara dengan mu sebagai sesama wanita, sekali lagi saya minta maaf bukan untuk mencampuri urusan rumah tangga kalian." Puspa berhenti sejenak lalu angkat suara lagi.

"Mengapa Mbak Nita suka foya-foya? Apa sebaiknya uang yang dikasih Rimba  ditabung saja atau buat sesuatu yang lebih bermanfaat, misalkan beli perhiasan dan lainnya?" kata Nita.

Mendapat wejangan itu, Nita cuma diam, tidak meresponnya, ia hanya menarik nafasnya dalam-dalam.

Saat ini ia tidak bisa menjelaskan apapun sama Puspa, ada perasaan takut jika harus dibeberkan, dalam hatinya dia mengakui bersalah dan lantaran terpengaruh pola hidup kedua sahabatnya itu.

"Berapa mbak, uang belanja yang dikasih Rimba? Sebab aku tahu gaji yang diterima oleh suami mu itu lebih tinggi di antara 7 rekan kerja kami." tanya Puspa lagi.

Untuk uang belanja, Nita berani buka-bukaan, ia memaparkan, uang belanja yang diberikan Rimba tiap bulannya diangka sekian, bahkan lebih nya terlalu banyak.

Mendengar penuturan Nita, Puspa cuma geleng-geleng kepala. Sebab berdasarkan hitungannya 60 persen gaji Rimba buat memanjakan Nita.

Sayang tegas Puspa istrinya itu tidak bisa mengelola nya dengan baik. Bahkan terjebak dengan dunia hiburan.

Ia suka foya-foya, tanpa tahu suaminya terkadang harus bertaruh nyawa, berada dalam tekanan dan hasil temuannya harus akurat.

"Harusnya Mbak bersyukur dapat pasangan hidup seperti Rimba, dia sabar, jujur tidak neko-neko, tanggung jawab, etos kerjanya tinggi dan disiplin. Itu gambaran yang saya peroleh saat kami berpatner,"tutur Puspa.

"Jadi kalau saya boleh menyarankan, jangan pernah kecewakan dia Mbak. Sebab, sekali saja kau kecewa dia tidak pernah kembali kepada mu." Hardik Puspa.

Usai Puspa bicara, Rimba datang dengan membawa 3 nasi bungkus, lalu menaruhnya di meja dan membagikan ke Puspa dan Nita.

Namun Puspa enggan memakannya, ia berjanji untuk sarapan besok pagi.

"Maaf aku tidak biasa makan jam segini, khawatir nambah berat badan," kata Puspa terkekeh.

"Bisa jadi, tapi Nita meski sering makan dini hari berat badannya tidak bertambah, masih 50 an kg," Rimba.
"Pas nya" tanya Puspa.
"50,5 kg, tinggi 165 cm," jawab Nita sambil tersenyum. Lalu dia melihat lelakinya itu.

"Iya sudah, setelah makan istirahat di kamar belakang, selamat bersenang-senang ya. Kan sudah lama kalian enggak ketemu, jangan khawatir ruangannya kedap suara." kata Puspa.

Mendengar candaan Puspa Nita tersipu malu. Disaat itu pula dia semakin yakin bahwa wanita tersebut tidak ada hubungan apapun dengan Rimba kecuali sebatas rekan kerja.

Bersambung....

Februari 2024

Baca Juga: Dari Yang Tersisa II (Puspa bagian I)

Editor : awsnews.id

BERITA TERBARU