Surabaya,AWSNews.id - Matahari mulai beranjak naik, siang pun semakin cerah, Puspa sudah menyiapkan sarapan untuk Rimba dan Nita. Namun keduanya masih belum dari kamar.
Puspa sebenarnya ingin membangunkan mereka untuk mengajak sarapan bersama, tapi ia mengurungkan niatnya itu dan menunggu di ruang tamu.
Baca Juga: Dari yang Tersisa III (bagian tiga)
Tak lama kemudian, Rimba nampak keluar dari kamar menuju kamar mandi. Usai dari kamar mandi dia menuju ke ruang tamu menemui Puspa.
Rimba mengambil camilan lalu meneguk air minum dan menyulut rokok kreteknya. Lantas dia membuka percakapan dengan Puspa.
"Nita masih malas-malasan di atas kasur, aku harus ke kantor hari ini untuk laporan, temani dia kalau sudah bangun, aku sudah katakan pagi ini aku ada urusan," kata Rimba.
"Iya Mas, tapi kalau dia ngamuk bagaimana?" ujar Puspa.
"Saya pastikan tidak, dia sudah paham siapa dirimu, aku barusan juga kirim pesan cepat mandi dan ke ruang tamu." tegas Rimba.
Setelah itu, Rimba meninggalkan rumah kontrakan Puspa menuju kawan Medan Merdeka Barat. Dia berpacu dengan deru suara kendaraan yang macet di jalanan.
***
Usai Rimba berangkat, Puspa melangkah ke kamar belakang untuk menemui Nita. Ternyata Nita tengah melangkah ke kamar mandi.
Selesai membersihkan tubuhnya ke ruang tamu. Nita langsung mengakrabkan diri dengan rekan Rimba itu.
"Maaf Mbak, saya kesiangan," katanya.
"Tidak apa-apa, ayo sarapan dulu," ajak Puspa.
Usai sarapan mereka langsung bincang-bincang.
"Sudah berapa tahun menikah?" tanya Puspa
"Sudah 10 bulan Mbak, tapi aku keguguran dua bulan lalu," ujar Nita.
"Berarti saat Rimba tugas di Palembang?" tanya Puspa.
"Iya Mbak," Jawab Nita.
Nita Heran kenapa Puspa tahu bila Rimba tugas di Palembang saat itu, untuk menghilangkan rasa penasarannya dia memberikan diri bertanya kepada Puspa.
Puspa menjawab, saat itu dirinya bersama Rimba dan dua teman lainnya sedang mendapatkan tugas dari kantor di Palembang.
Puspa menjelaskan, saat itu Rimba sedih namun ia tidak menjelaskan secara detail apa persoalan yang di hadapinya.
Saking sedihnya, membuat tugas yang diemban mereka berempat nyaris gagal dan ada korban jiwa tapi beruntung semuanya bisa dituntaskan.
"Emang tugas apa Mbak di Palembang," tanya Nita.
Puspa tidak langsung menjawab pertanyaan Nita, dia hanya diam sejenak. Lantas ia melempar pertanyaan balik.
"Emang dia tidak pernah cerita tentang pekerjaannya?" tanya dia.
"Dulu dia bekerja di media, tapi sekarang ngakunya kerja di lembaga survei. Tapi aku enggak mau tahu yang penting pulang bawa uang," kata Nita terkekeh.
Mendengar jawaban itu Puspa bersyukur dan merasa aman. Lantas Puspa mengalihkan perbincangan.
"Emang kamu rela ditinggal sampai sepekan bahkan satu bulan, terus pulang ke rumah hanya beberapa hari, lantas di pergi lagi, gimana rasanya?" tanya Puspa.
"Harus gimana lagi Mbak? Yang penting dia enggak macem-macem." kata Nita.
Puspa lalu menjelaskan, bahwa selama berpatner dengan Rimba dia tidak pernah nakal, selalu fokus pada tugasnya hingga tugas itu selesai.
Selain itu, beber Puspa Rimba selalu disiplin, dan banyak menyempatkan diri untuk diskusi dengan rekannya apalagi saat akan menjalankan tugasnya.
Rimba lanjut Puspa seolah menjadi pengayom bagi partnernya dan tidak pernah memaksakan kehendaknya.
Apa yang dilakukannya sesuai dengan pakem yang telah ditetapkan. Tapi adakalnya tindakannya tanpa pertimbangan matang.
Namun begitu ucap Puspa, pekerjaannya selalu tuntas tidak membutuhkan bantuan rekan lainnya, walau yang dilakukan tidak sesuai dengan rencana awal.
Baca Juga: Dari yang Tersisa III (bagian II)
"Tapi dia ngamuk enggak bila kamu dianggap salah," tanya Puspa.
"Enggak, justru aku yang sering marah sama dia, padahal itu hal kecil. Kalaupun dia marah biasanya dalam telpon atau chat, kalau pas hadap-hadapan dia memilih diam, walau wajahnya terlihat kecewa." beber Puspa.
"Tapi, ada suatu momen dia benar-benar marah, dia mengamuk sampai lampu depan sepeda motor pecah, aku khawatir tangganya luka atau cedera saat itu, ternyata tidak apa-apa," ungkap Nita.
"Mungkin dia capek, kurang tidur dan banyak pikiran, sedangkan aku ngomel terus. Anehnya dia yang minta maaf dulu,"tutur Nita.
"Beruntung kamu Mbak dapat memiliki dia, jaga perasaannya jangan sampai dia selalu bikin kecewa," papar Puspa.
"Aku berharap begitu Mbak, dia selalu memaafkan ku dan tidak pernah kecewa," harap Nita.
Kemudian Puspa memberi arahan, Nita sudah saatnya berubah meninggalkan Foya-foya dengan kedua temannya itu.
Sebab lanjut Puspa berapapun uang yang dipegang bila selalu dihambur-hamburkan pasti tidak akan cukup, akan ludes dalam waktu yang cepat.
Mumpung, saran Puspa sebelum semuanya terlambat dan masih banyak waktu menabung, sebaiknya ditabung atau untuk sesuatu yang lebih bermanfaat.
Sebab papar Puspa, pekerjaannya tidak selamanya berdiri bahkan Bos mereka sudah menegaskan bahwa organisasi ini sifatnya tidak permanen, dan dalam waktu yang tak terduga akan berhenti beroperasional.
Puspa menambahkan, bahwa Rimba juga tidak betah sebenarnya bekerja di tempat ini, meninggalkan keluarga, tekanan tinggi bahkan harus mengorbankan segalanya.
Dia bersama teman temannya juga berencana akan keluar bila tugas tugasnya telah kelar. Niat itu sudah bulat, karena Bos mereka tidak mengikat selamanya.
Asal lanjut Puspa harus memenuhi beberapa persyaratan yang sudah ditentukan oleh organisasi.
Maka ia bebas memilih berhenti atau tetap bekerja untuk organisasi.
Maka dari itu, dia sekali lagi Mewanti-wanti agar Nita mengubah gaya hidupnya, jadi hemat dan tidak menghambur-hamburkan uang.
"Oh iya selama hidup bersama Rimba apa yang tidak disukai dari dia?" tanya dia.
"Keluyuran pulang pagi. Padahal baru saja datang dari tugas kantornya, dan aku masih kangen ingin memeluknya lebih lama lagi. Tapi dia tetap memaksa keluar," tuturnya.
Baca Juga: Dari Yang Tersisa IV (bagian IV)
"Hingga suatu malam, aku benar-benar marah, dan memaksa ikut, akhirnya aku dibawa ke cafe, di sana dia ketemu orang. Sayangnya aku tidak dilibatkan dalam pembicaraan itu, aku ditinggal sendirian di meja yang agak jauh. Setelah beberapa kali aku ikut dengannya, aku sadar dia tidak macam-macam, dia benar-benar ada perlu," beber Nita.
Sejak saat itu, kata Nita dia membebaskan suaminya keluyuran tengah malam, karena tidak curiga lagi, walau sebenarnya selama ini dia sadar bahwa Rimba benar-benar sedang ada hal penting, bukan sekadar keluar malam.
Bahkan dia selalu mendoakan suaminya mendapatkan perlindungan dari Tuhan, dan pulang dalam keadaan sehat walafiat.
"Jadi serba salah ya Mbak, awalnya curiga akhirnya percaya," ujar Puspa.
"Iya Mbak," jawab Nita.
"Kalau merokok? tanya Puspa lagi.
"Saya tidak pernah melarang, aku dulu pernah merokok. Namun sejak menikah aku mulai mengurangi dan berhenti." ujarnya.
***
Usai maghrib Nita dan Puspa bertemu di kawasan Kebun Jeruk, Puspa cuma sebatas mengantarkan Nita untuk bertemu dengan suaminya.
Setelah itu Puspa balik ke rumahnya, sementara Nita dan Rimba masih menikmati kebersamaannya hingga larut malam. Kemudian mereka pulang ke rumah setelah penat jalan-jalan.
Rimba malam ini benar-benar ingin memanjakan istrinya. Sebelum dia memberikan wejangan agar tidak mengulangi lagi kesalahannya.
Dia paham memberikan wejangan kepada Nita tidak bisa sekaligus, butuh pelan-pelan dan sentuhan kasih sayang, baru setelah melunak cara itu bisa dilakukan.
Andai Rimba tiap hari selalu di sisinya, sikap Nita bisa jadi berubah karena hidupnya ada yang mengontrol dan pada dasarnya Nita seorang yang penurut meskipun sifatnya keras dan tempramen.
Rimba akhirnya tersadar dari ingatan masa lulu setelah ada panggilan masuk ke WhatsApp nya, namun panggilan itu dibiarkan.
Sementara Nita masih berada di sampingnya, memeluknya erat-erat. Dia tidak tahu harus berbuat apa, sebab sejak tadi Rimba hanya diam mematung tanpa merespon perkataannya.
Februari 2024
Bersambung
Editor : awsnews.id