Dari Yang Tersisa IV (bagian IV)

author Roy Arudam

- Pewarta

Sabtu, 16 Mar 2024 23:02 WIB

Dari Yang Tersisa IV (bagian IV)

i

Ilustrasi/foto dokumentasi pribadi

Surabaya,AWSNews.id - Sesampainya di parkiran, Nita dan Rimba diskusi akan nongkrong dimana? Sebab ia hanya ingin membahagiakan mantan istrinya itu malam ini. Tanpa sedikitpun ada niatan kembali hidup satu atap seperti beberapa tahun lalu.

Sementara Nita hanya manut saja, yang penting malam ini berada di samping mantan suaminya.

Tanpa berpikir panjang, Rimba memutuskan nongkrong di tempat yang tak jauh dari hotel Nita menginap, jaraknyapun tidak sampai 5 menit.

Setelah memesan kopi hitam dua cangkir beserta makanan ringan, mereka mencari tempat duduk yang kosong.

Sambil menunggu pesanan datang Nita buka percakapan beratanya kepada ke Rimba sering nongkrong di tempat ini atau tidak.

Rimba mengangguk, lalau Nita melanjutkan pertanyaan, mulai nongkrong bersama siapa, kapan, hingga terkahir nongkrong dan masih banyak lagi. Mendapat pertanyaan bertubi-tubi itu, Rimba pun merasa gerah.

"Kayak penyidik saja pertanyaanmu sangat kompleks," ketus Rimba.

Namun Nita cuma tersenyum, ia kembali melancarkan pertanyaan.

"Ayo jujur pernah enggak nongkrong di sini bersama wanita lain?" tanya Nita serius sambil memandang Rimba.

"Kalau iya kenapa?" ujarnya.

"Aku cemburu! Siapa wanita itu? Apa kamu punya rasa sama dia?" cecarnya.

Rimba tidak menjawab, lantas ia menyulut rokoknya. Sehingga suasana jadi hening tak ada suara yang keluar dari mulut mereka.

Rimba bergumam, kenapa Nita menyatakan cemburu padahal mereka sudah tidak punya hubungan apapun. Rumah tangga mereka telah terbelah dan sulit untuk dibenahi lagi.

Hubungan mereka saat ini cuma sebatas kawan, Rimba sudah menekankan itu beberapa kali. Sebab dia kecewa dengan sikap Nita kala itu.

Rimba pernah mengajaknya rujuk setelah satu tahun berpisah, dia menemui Nita dan kedua orang tuanya untuk membangun kembali rumah tangga mereka. Tapi diabaikan begitu saja oleh Nita. Akhirnya, ia pun kembali ke Jawa Timur tanpa ada rasa kecewa.

Suasana hening tidak ada kata-kata yang keluar dari mulut mereka. Rimba cuma menghisap kreteknya, sesekali menyeruput kopinya yang sudah tersaji di depannya.

Tiba-tiba Nita memegang perutnya, sambil melirik Rimba seolah ingin mendapatakan perhatian dari dia. Akan tetapi Rimba belum mengerti juga apa yang diinginkan dirinya.

Akhirnya, ia memberanikan diri untuk blak-blakan sama Rimba. Nita baru ingat bahwa Rimba tidak mengerti dengan kode atau isyarat yang diberikan yang diberikan oleh perempuan.

"Mas, aku lapar, di sini jual makanan enggak?" tanya Nita, mendengar mantan istrinya itu lapar, Rimba tersenyum.

"Jadi kamu lapar, kenapa enggak ngomong?" ujar Rimba

"Aku lupa tidak bawa dompet," kata Nita

"Aku ngajak kamu kesini pastinya aku yang akan bayar semuanya. Kayaknya disini tidak jual makanan, pesan via aplikasi saja," tutur Rimba.
                                  ***

Usai makan mereka kembali berbincang, Nita mencoba membuka topik mengenai tahapan Pemilu 2024. Namun Rimba enggan membicarakan itu, ia tidak tertarik membahas tahapan pesta demokrasi .

Hal ini membuat Nita heran, sebab sejak pertama kali kenal dengan Rimba, mereka berdua lebih  sering membahas seputar politik, mulai kebijakan pemerintah, kasus korupsi hingga pertumbuhan ekonomi.

Nita lebih lihai dalam bicara kebijakan, anggaran dan pertumbuhan ekonomi, serta angka prsentase tingkat kemiskinan. Menyebabkan Rimba mati kutu karena tidak bisa mengkalkulasi hal itu.

Rimba mengakui secara wawasan dan hal lain, Nita lebih pintar dari dirinya, bahkan dalam menulispun adakalanya dia masih belajar sama Nita. Dia lebih jeli dalam hal padanan kata, konjungsi  sampai kata sinonim dan antonim.

Nah sejak saat itu, kekagumannya sama Nita semakin besar dan gayung pun bersambut Nita juga mengagumi Rimba dari sisi yang lain.

Saat itu, Nita menganggap Rimba sosok yang tenang, jujur, bicara apa adanya, tidak ego dan mudah diajak komunikasi. Hingga suatu hari, Nita datang menemui Rimba dengan membawa setangkai bunga sebagai ungkapan rasa kasih sayangnya.

Awalnya Rimba tidak percaya bahwa Nita memiliki rasa yang sama dengannya. Ia masih belum meyakini itu, tapi setelah mendapatkan penjabaran dari Nita. Hari itu pula, Rimba mengajak Nita ke toko perhiasan membelikan sebuah cincin emas sebagai tanda ikatan cinta mereka. Keduanya pada saat itu merasakan bahagia yang sangat sakral sekali.

                                ***

Melihat sikap Rimba yang tidak minat membahas seputa politik, menimbulkan pertanyaan bagi Nita. Menurut Nita di momen  poltik tahun 2024 ini mestinya dia sangat antusias sekali. Sebagaimana tempo dulu selalu berdebat hingga dini hari lantaran beda pendapat.

Tapi sekarang pikir Nita, Rimba malah apatis, apa mungkin dunia politik bagi Rimba sudah tidak begitu menarik? Atau sekarang sudah menjadi salah satu tim sukses hinga enggan membahasnya?

"Aku heran kenapa kamu sudah tidak minat bicara politik,"tanya Nita.

"Bukan gak minat Nit, tapi aku jenuh tiap hari nulis politik, menyikapi kebijakan pemerintahan kota adakanya juga kebiakan nasioanal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, mending kita membahasa yang lain." tukas Rimba.

"Hemm...., bagaimana kalau kita bahas lagi soal permintaanku membangun rumah tangga kembali." Rayu Nita.

"Aku juga jenuh, mending kita balik hotel besok jam 9 ada giat sosialisasi tahapan pemilu 2024, setelah itu aku pulang," kata Rimba.

Nita pun mengangguk menandakan ia setuju, karena saat ini kondisinya juga kelihatan mengantuk karena perjalanan jauh.
                                ***

Sesampainya di hotel, Rimba pamit untuk pulang istirahat agar bisa mengikuti agenda sosialisasi pencalegan sekaligus capres-cawapres. Namun Niita menahannya, ia meminta Rimba bermalam di hotel saja.

Rimba menolaknya, tapi dia terus memaksa, akhirnya dia menuruti kehendaknya tapi dengan syarat ia tidur di kursi atau di bibir ranjang di ujung kaki Nita.

Sebelum mereka istirahat, Nita kembali mengutarakan hasratnya untuk hidup kembali dengan Rimba, mendapatkan seruan itu lagi, Rimba tidak mengubris lantas merebahkan tibuhnya di kursi yang telah ditata.

Nita menghampiri Rimba menatapnya dalam-dalam. Entah apa yang ada dipikirannya, lantas ia meraih tangan Rimba dan menggengamnya erat-erat. Rimba cuma geleng-geleng kepala.

"Nit, kenapa engkau memantik masa lalu? Bukankah engkau tidak bahagia saat hidup bersamaku. Sekarang sepertinya engkau menemukan kebahagiaan itu meski tak bersamaku. Tubuh mu padat berisi, pipimu juga temben bagai apem, sedangkan saat kita hiduap seatap, kau tetap kurus dan krempeng." tutur Rimba.

"Ihhh......... Karena waktu itu engkau tak ingin berat badanku bertambah, dan kebahagiaan itu tak bisa diukur dengat berat badan," tukas Nita.

Rimba tidak mengubris perkataan Nita, ia lantas kembali berbaring walau tempat tidurnya yang tidak ideal.

                                 ***

Esok hari sekira jam 08.00 WIB Rimba dibangunin Nita, ia mengingatkan tentang agenda hari ini. Tanpa pikir panjang Rimba bergegas ke kamar mandi membersihkan seluruh badannya.

Selesai mandi, ia segera mengemasi barangnya lantas pergi ke lobby hotel untuk sarapan. Usai sarapan, Nita kembali ke kamar hotel sembari meminta dua teman perempuannya menemani Rimba.

Nita mengatakan, bahwa dirinya masih mengantuk dan ingin tidur kembali.

Rimba kini bersama dua perempuan di depannya. Wanita yang dulu sempat dibencinyanya, tapi sekarang dia akrab dengan mereka. Rimba tak ingin mengotori hatinya dengan rasa dendam maupun benci.

Masa lalu biarlah berlalu, ia meyakini semua itu merupakan bagian takdir yang harus dijalani.

"Sebenarnya kalian pasangan yang ideal, kami sangat menyayangkan bila kalian tidak berusaha untuk kembali," kata wanita rambut pirang.

"Iya banyak teman-teman bilang begitu," kata Rimba singkat.

"Tapi ada hal lain yang aku kagumi dari kalian, kalian masih saling komunikasi dan itu jarang sekali terjadi pada orang lain. Kalian bersikap sangat dewasa, jangankan komunikasi, adakalanya orang lain blok nomer dan saling menjauh." kata wanita itu.

"Nita sebenarnya yang mengajariku bersikap dewasa, dia mengatakan masa lalu tak harus dijadikan saling menajuh apalgi saling bermusuhan." kata Rimba

Usai berkata Rimba kemudian mengalihkan pembicaraan ke hal yang lain.

"Rencananya kalian berapa lama di sini," tanya Rimba.

"InsyaAllah Selasa lusa, kami langsung ke Bali," jawab wanita itu. 

"Ada acara apa di Bali," tanya Rimba penasaran.

"Cuma tamasya saja Mas, ingin liburan, jenuh rasanya di sekitar ibu kota," ujarnya.

"Mau ikut Mas, biar tiketnya kami pesan sekarang juga, mumpung kami belum pesan tiket." kata teman Nita satunya menimpali. Rimba cuma tersenyum.

"Pastinya Nita sangat gembira bila Mas ikut juga kesana," ujarnya.
"Maaf saya enggak bisa, belum izin sama atasan, lagi pula ini menjelang pesta demokrasi, jadi banyak agenda yang harus saya liput," beber Rimba.

Setelah itu, Rimba pamit untuk meliput agenda politik di suatu tempat. Tiba di parkiran ia segera mengegas kendaraannya mengikuti petunjuk lokasi yang dibagikan di aplikasi pesan di HP nya.

                                ***

Usai liputan, Rimba nongkrong bersama teman-temannya di suatu warkop sambil menggarap berita yang siap dilempar ke meja redaksi. Namun tiba-tiba ada pesan masuk dari Nita.

Nita meminta setelah agenda liputan kembali ke hotel, Rimba membalas agenda hari ini sampai malam hari. Sehingga ia tidak janji malam ini bisa nyamperin ke hotel.

Rimba memastikan akan balik besok malam, karena sesuai jadwal tidak ada agenda apapun kecuali mencari berita di pos nya.

                                ***

Sesuai janji sebelumnya, sekira pukul 19.00 WIB Rimba kembali ke hotel menemui Nita, walau sebenarnya dia enggan untuk kesana, sebab suasana malam ini terasa dingin. Sebab sejak siang hujan deras dan hampir maghirb baru reda.

Rimba langsung menuju kamar hotel yang ditempati Nita, setelah pintu dibuka tampak wanita itu tersenyum menyambut kedatangannya.

Nita menyambar tangan Rimba dan mengajaknya ke bibir tempat tidur.

Namun seketika tiba-tiba Nita berubah, ia mencak-mencak sambil memukulkan kepalan tangannya ke tempat permbaringan.

Marahnya Nita bikin Rimba heran, dalam hatinya cuma bergumam: Ada apalagi dengan Nita marah-marah tanpa sebab.

Rima kemudian memegang pundaknya mencoba menenagkan sembari bertanya apa yang membuatnya naik pitam.

"Kamu habis bareng perempuan!" ujar Nita sambil menunjuk ke wajah Rimba.

Rimba cuma diam, ia berpikir dari mana dia tahu kalau dia habis nongkrong seharian dengan perempuan lain?

"Aku cemburu! Lagi pula baju yang kau pakai ini pemberianku, harusnya kau tak gunakan untuk bertemu dengan wanita lain." ujar Nita, lantas ia hendak memukul Rimba, namun ia segera memegang tangan Nita

"Darimana kau tahu aku ketemu dengan wanita lain? Lagi pula kau menyuruh pakai baju ini saat kerja," tanya Rimba.

"Dari bau baju yang kau pakai, indera penciumanku tidak bisa dibohongi." tukas Nita.

"Tapi aku dan dia cuma nongkrong saja, sambil mengetik berita, hanya itu." beber Rimba

"Kenapa kamu harus cemburu kita sudah tidak punya hubungan," tegas Rimba.

"Tapi aku cemburu!" jelasnya.

"Apa yang kau inginkan sekarang? Mengembalikan baju yang kau berikan, atau kuganti dengan baru. Ayoo.. mumpung mall belum tutup," ujar Rimba.

Baca Juga: Dari yang Tersisa III (bagian tiga)

"Aku enggak mau bahas itu, Aku cemburu!" teriaknya, meluapkan kekesalannya.

Rimba bengong sambil geleng-geleng kepala, tidak mengerti dengan tabiat Nita yang tidak bisa ditebak. Harus serba sabar menghadapinya.

Untung saja dia sudah mulai berubah tidak mengamuk main pukul dan tendang seperti dulu lagi. Hanya saja perubahan sikapnya itu sudah telat.

Harusnya kalau dia ingin berubah sejak dulu, sejak masih hidup bersama atau saat Rimba mengajaknya rujuk. Bukan setelah semuanya telah dianggap sebagai sampah.

Rimba mengakui, waktu bersama Nita waktu bersamanya tidaklah banyak. Selesai tugas masih ada tugas lain yang harus dilakukan.

Saat itu pula, Rimba sudah mengajak Nita ketempat ia ditugaskan, namun tidak kerasan dua hari saja sudah minta diantar pulang.

Sehingga Rimba dalam satu minggu atau bahkan sebulan harus ke Jakarta, berkumpul sama Nita walau kadang itu cuma beberapa hari.

Namun, semua itu dia lakukan demi kasih sayang nya untuk Nita. Walau pada akhirnya semuanya harus usai dengan tetesan air mata.

Pasalnya Nita tidak bisa memanajemen anggaran keluarga, sehingga uang yang diberikan cepat ludes dan selalau merasa kurang.

Sebesar apapun gaji Rimba kala itu tidak bisa menutupi kebutuhan gaya hedonis Nita.

Hingga Rimba mengambil jalan taktis, ia harus menghitamkan semuanya. Tapi sebelum Rimba bertindak dan benar-benar meninggalkan Nita, dia mendiskusikan semuanya dengan teman yang dipercayainya.

Awalnya dia meminta Nita mengubah pola hidupnya yang hedon. Tapi diindahkan begitu saja, hingga Rimba benar-benar angkat kaki dari rumah Nita.

Walau sebenarnya langkah ini sangat menyakitkan. Namun, apaboleh buat semuanya harus ia lakukan karena sifat Nita yang tak pernah bisa menghargai jerih payahnya. Selalu saja kurang dan dia tidak benar di matanya.
                               ***

Pagi yang cerah, Nita tampak mengemasi barang-barangnya, ia bersama dua temannya akan melanjutkan perjalanan ke Bali untuk liburan.

Setelah Nita mengemasi barang-barangnya ia kembali mengajak rimba berbincang. Merayu Rimba agar membangun kembali rumah tangganya yang sudah hancur.

Sayang, Rimba sudah tertarik membahas hal itu. Walau ia menyaksikan cucuran dan deraian air Nita senantiasa membasahi pipinya.

Masa lalu baginya sudah dikubur, kendati Nita mengaku menyesal dan akan mengubah sikapnya.

Tapi sekali lagi Rimba tidak tergugah, ia tetap menganggap Nita bagian masa lalunya dan tak harus kembali lagi dalam pelukan hangatnya.

"Iya saya mengakui kesalahanku padamu terlalu besar, tapi setidaknya aku sudah berusaha memperbaiki sikapku. Namun kau tak pernah tahu akan hal itu." ujar Nita, di tengah isak tangisnya.

Baca Juga: Dari yang Tersisa III (bagian II)

"Hanya satu permintaanku, selama engkau masih sendiri izinkan aku untuk memintamu rujuk. Terserah apa tanggapanmu!" ujar Nita

"Dan aku berjanji pula, bila suatu saat engkau sudah mendapatkan pendamping aku tak akan pernah menghubungimu apalagi mengganggmu." tegas Nita.

"Iya Nit, aku selalu terbuka untukmu selama aku belum menemukan penggantimu." kata Rimba.

Lalu Nita memeluk Rimba sangat erat, ia larut dan tenggelam dalam tangisnya. Di antara tangis harapan dan penyesalan. Di tengah isak tangis Nita, Rimba kemudian berkata kepada Nita

"Nita, aku cuma bisa nyumbang transpotmu ke Bali, dan itu tidak banyak. terimalah," Rimba kemudian mengambil uang pecahan seratus ribu dan menyerahkan uang sebesar Rp 3 juta ke Nita. Akan tetapi Nita menolaknya.

"Apakah uang ini terlalu sedikit?" tanya Rimba.

Baca Juga: Dari yang Tersisa IV (bagian tiga)

"Tidak, yang aku butuhkan engkau kembali kepadaku," tegas Nita.

"Sudahlah ambil saja, barangkali di Bali bisa bermanfaat bagi kamu," sergah Rimba. Lalu tanpa pikir panjang ia memasukkan uang tersebut ke cover Nita.

Nita pun akhirnya terharu, tangisnya semakin menjadi sebab dia tidak menyangka perhatian mantan suaminya itu.

Mantan suaminya yang dulu pernah ditindas, diremehkan dan dianggap tidak mampu membahagiakannya. Padahal bila Nita tidak hedon, dipastikan dia tidak akan pernah kekurangan finansial.

                                ***

Setelah sarapan, akhirnya Nita bersama dua temannya cabut menuju bandara udara dengan menaiki Taxi Online. Sebelum pergi Nita menyempatkan diri memeluk Rimba, sembari melesakkan beberapa ciuman ke pipi dan bibir Rimba yang masih bau asap rokok.

Rimba hanya membiarkan ulah Nita tanpa membalasnya, setelah Taxi melaju Rimba menuju parkiran hotel. Ada rasa haru dan pedih di hatinya, walau dia tidak pernah berharap akan kehadiran Nita kembali.

Sebab bagi Rimba, bila dia sudah benar-benar meninggalkan sesuatu hal, dia akan tidak akan pernah kembali walau menjanjikan tahta dan harta.

Rimba sudah mengajaknya rujuk, ia meminta Nita membangun kembali bangunan yang roboh itu. Permintaan itu sudah dilontarkan tiga kali.

Sayang tidak digubris oleh Nita. Nah sejak saat itu, dia benar-benar ogah membahas kembali masa lalunya.
        
                            The End

Surabaya, Maret 2024

Editor : awsnews.id

BERITA TERBARU