Surabaya,AWSNews.id - "Setelah berpikir semalaman, aku sekarang baru sadar tidak harus memaksamu, biarkan kamu yang menentukan, dan aku harus bijak, karena selama ini engkau yang menjalani, dan tahu semuanya. Maafkan aku kemarin telah bila.sikap ku terlalu berlebih-lebihan." beber Ira.
"Terimakasih Ir, ternyata engkau bisa memahami setelah aku ceritakan semuanya," kata Rimba.
Baca Juga: Dari yang Tersisa III (bagian tiga)
Rimba kemudian menyeruput kopi hitam di depannya, setelah itu menyulut rokoknya kembali. Hatinya saat ini mulai tenang, semringah, tidak kalut sambil menikmati camilan yang sejak tadi tidak tersentuh.
Ira juga demikian, ia meneguk air mineral yang dipesannya, seraya melirik Rimba yang duduk di sebelahnya. Saat ini Rimba tidak tahu apa yang sedang dipikirkan oleh Ira. Hanya saja dia senang melihat Ira yang dewasa menyikapi permasalahan dirinya dengan Nita.
Sebab, Ira tidak tahu persis problematika rumah tangga Rimba dengan Nita. Ira selama ini ikut suaminya di Majalengka dan jarang pulang ke Jakarta..
Ira dan Nita hanya menggunakan sambungan telpon bila berkomunikasi saat mereka sama-sama kangen, dan ada hal yang perlu dibicarakan.
"Rencanamu apa ke depan? Mencari pengganti Nita atau masih ingin sendiri?" tanya Ira.
"Entahlah Ir, saya coba jalani saja hidup ini, syukuri pemberian Sang Maha Kuasa, mungkin ini yang menjadi keberkahan dalam hidup ku," terang Rimba.
"Baik, sebelum aku cabut dari Jatim, coba ingat saja apa saja kebaikan Nita selama kau hidup bersamanya? Jadi jangan kau hanya melihat satu sisi kesalahan yang ia perbuat," imbau Ira.
"Sehingga suatu saat jadi pertimbangan untuk rujuk dengannya," ujar Nita
Mendengar seruan Ira, Rimba cuma tersenyum, ia curiga apakah ini merupakan suatu jebakan atau tidak? Tapi setelah dia berpikir apa yang dikatakan sepupunya Nita itu ada benarnya pula.
Rimba mengakui, Nita sebenarnya istri yang penurut, bahkan jadi garda terdepan atau pembela bila ada keluarganya yang menjelek-jelekkannya.
Kejadian itu, terjadi saat saudara Nita yang baru saja pulang tugas negara selalu ngomel - ngomel saat Rimba pulang dini hari dan bangun siang.
Dalam pikirannya, ia mengganggap Rimba sampah, tidak berguna dan tidak bermanfaat bagi keluarga. Ia berpikir dengan keluyuran hingga larut malam dan bangun siang, Rimba dicap sebagai lelaki kurang baik.
Mendengar itu Nita naik pitam, ia tidak tinggal diam, melawan saudaranya yang sok jagoan itu. Dan meminta jangan mengurasi suaminya.
"Bang, tahu apa kau tentang suamiku, enggak usah sok tahu, mulutmu itu juga dijaga," kata Nita, sambil berkacak pinggang.
"Harusnya kamu enggak usah bela dia, suami macam dia, pulang dini hari pagi masih mendengkur," ujar nya.
"Eh, jangan asal bicara kamu Bang, kamu ini saudaraku, harusnya kamu bisa jaga perasaan dia, kalau dia tersinggung aku juga tersinggung." kata Nita Sarkas.
"Sekali lagi kau ulangi lagi ucapan mu, aku tak segan-segan menghajarmu," tangan Nita terkepal.
Tanpa disadari Rimba sudah ada didekat Nita, lantas menarik Nita ke dalam kamar. Tapi Nita kaget sebab di atas meja Rimba sudah mengamasi barang-barangnya.
Nita memegang kedua tangan Rimba, sambil meneteskan air mata. Ia menganggap Rimba akan minggat saat ini dari rumahnya.
"Kenapa menangis?" tanya Rimba
"Kamu akan kemana? Kau akan minggat kan?" ujar dia.
"Siapa yang akan minggat, aku cuma akan mengajakmu ngungsi dari sini sementara waktu, setalah Abang mu tugas lagi, baru kita kembali kesini." ucap Rimba.
Mendengar perkataan Rimba, Nita mulai tenang. Ia mengangguk memahami keinginan suaminya itu, lalu keduanya pergi meninggalkan rumah itu.
"Tapi kamu enggak pergi keluar kota lagi?" tanya Nita penuh harap.
"Aku sebulan disini, karena tugasku sudah tuntas, dan tugas yang lain diambil rekan kerjaku," beber Rimba.
"Iyes," kata Nita bahagia, sambil jingkrak-jingkrak. Maklum, karena selama ini Rimba paling lama di rumahnya cuma satu Minggu, padahal Nita masih merasa kangen, masih butuh sentuhan kehaganban dan ingin memeluknya lebih lama.
Rimba mengajak dia ke rumah Bos nya yang tidak ditempati, kebetulan Rimba yang dipasrahi memegang kuncinya. Di sana mereka bebas, tidak ada yang mengusik.
Sampai ditujuan, mereka beres-beres membersihkan rumah itu. Nita tampak bengong, karena rumah ini sudah lengkap segalanya. Tinggal memakai peralatannya.
Pertama yang dicek Nita adalah kulkas, dan persediaan makanan. Tapi yang ada atau yang ditemui hanya minuman mineral.
Lantas ia pun memberitahu Rimba akan hal itu, sehingga mereka bergegas keluar mencari kebutuhan pangan dalam beberapa hari ke depan.
Namun 3 hari berlalu Nita menyatakan tidak kerasan, ia ingin kembali ke rumahnya. Ia meyakinkan Rimba tidak akan membiarkan saudara lelakinya menyakiti Rimba. Bahkan ia berjanji menyumpal mulutnya.
Tapi Rimba mencegahnya, ia meminta Nita tetap tinggal disitu selama saudara belum balik ke tempat tugasnya.
Rimba menjelaskan, ia tidak ingin terjadi kegaduhan dalam rumah mertuanya itu. Ia sungkan sama mertuanya, juga tetangga di sekelilingnya.
Bagaimana pun ia sangat menghormati kedua orang tua Nita, karena mereka juga paham akan keberadaan Rimba. Akhirnya setelah mendapatkan penjelasan panjang lebar, Nita menuruti kehendak Rimba.
"Iya Mas, aku sekarang ngerti keinginan mu. Mending kita disini, ketimbang di rumah gaduh karena saudaraku belum paham akan dirimu," ujar Nita.
"Terimakasih Nit," kata Rimba
***
Selain itu Nita juga melawan tiga begal yang mencoba menjambret mereka usai nonton konser.
Tahu itu jambret, Nita langsung turun dari motor dan menyuruh Rimba tidak usah ikut campur.
Tidak sampai 3 menit, Nita berhasil melumpuhkan komplotan itu dan menyuruhnya pergi.
"Mestinya aku yang menghadapi mereka," ujar Rimba.
"Dalam urusan ini kamu enggak taktis Mas, kamu pasti diplomatis, komplotan seperti itu harus dihajar enggak usah dikasihani," tuturnya.
Akhirnya mereka kembali, namun setelah sampai di rumah mereka dikejutkan dengan warga yang bergerombol, ada salah satu rumah warga disatroni maling.
Maling itu, rupanya bersembunyi di atas genteng atau rumah kosong, hingga tidak ada yang berani naik ke atas untuk meringkusnya. Warga cuma bisa menunggu kedatangan aparat.
Sebab maling itu, bawa sajam berjenis parang dan celurit, Nita tanpa pertimbangan mengajak Rimba naik ke atap dengan membawa senter dan membawa balok kayu.
Namun beberapa tetangga mencegahnya, menahan Nita dan Rimba, karena sangat berbahayanya.
Tapi Nita bandel, ia tetap menarik tangan Rimba dan naik keatas melalui tangga. Akhirnya warga juga naik mengikuti langkah kenekatan mereka berdua.
Ternyata, di atap itu tampak dua orang benar-benar memegang saja. Nita dan Rimba maju ke depan, dan meminta mereka menyerahkan diri sebelum dikeroyok oleh warga.
Nita juga menyuruh agar senjata yang mereka pegang ditaruh di bawah dan tangan mereka diangkat ke atas sambil membelakangi.
Nita melangkah kearah mereka, lalu menyuruhnya berlutut. Setelah itu, Nita meminta Pak RT mengikat tangan mereka sambil menunggu kedatangan aparat.
Pun meminta masyarakat agar tidak menghakiminya. Setelah aparat datang, Nita mengajak Rimba turun untuk istirahat.
"Nita, kamu belajar dimana bela diri? Kau berani, aku sungguh bangga kepada mu," mendapat pujian Rimba, Nita tersenyum lalu memeluknya.
"Aku diajari kakek Mas, mulai dari tangan kosong, pedang sampai celurit, tapi Kakek bilang jangan gunakan untuk hal yang negatif, makanya kalau ada hal seperti aku berani," ujar Nita.
***
Baca Juga: Dari Yang Tersisa IV (bagian IV)
Tak hanya itu, Nita juga pernah mengakui kesalahannya, ia meninggalkan rumah nongkrong bersama teman-temannya, dan memintanya dihukum.
Saat itu, Rimba baru saja pulang dari tugas luar kota dan nyampek jam 12 malam. Namun, tidak ada orang dalam rumah itu. Ia diberitahu tetangganya, bila mertunya keluar kota dan Nita keluar sejak jam 9 malam.
Tetangganya bilang, bila Nita sering keluar dan pulang larut malam saat dirinya tidak ada di rumah.
Mendengar itu ia bengong, antara percaya dan tidak. Ia hanya akan mengorek semuanya saat Nita sampai di rumah.
Namun, sampai jam 2 pagi Nita belum menampakkan hidungnya, Rimba mulai resah bertanya-tanya kenapa jam segini belum pulang.
Akhirnya ia memutuskan mencari toko untuk beli rokok dan roti untuk dimakan. Setelah balik ternyata Nita sudah datang, dan diberitahu tetangganya kalau suaminya sudah lama menunggu.
"Nita, ini ada titipan dari suami mu, sekarang enggak tahu kemana, dia mungkin pergi lagi," kata tetangganya yang juga teman Nita sejak kecil. Lantas ia memberikan tas ransel ke Nita.
Mendengar itu, Nita kaget bagai disambar petir, ia hanya terdiam tidak bisa merespon apa yang diucapkan oleh tetangganya itu. Matanya melototi tas suaminya yang dipegang nya.
Dan tanpa disadari, Rimba sudah berada di samping, sontak Nita memeluknya sambil meminta maaf dan menangis.
Rimba sebenarnya marah dan ingin menampar wajah istrinya itu. Tapi dia urungkan dan lebih memilih membawanya masuk ke rumah.
Setalah di dalam rumah, ia menggelandang Nita ke dalam kamar dan mengintrogasinya.
"Darimana kamu jam segini baru pulang?" tanya Rimba dengan nada tinggi.
Nita tidak menjawab ia hanya menangis, ia tidak berani menatap wajah suaminya.
"Jawab, jawab dengan jujur!" teriak Rimba.
"Aku nongkrong mas sama teman-teman," jawab Nita masih dengan tangisnya.
"Kamu pergi dengan laki-laki lain?" tanya Rimba lagi.
"Tidak mas, tidak... Aku nongkrong sama Salsa dan Dewi," jawab Nita.
"Mana mungkin aku percaya, jam segini baru pulang!" kata Rimba sambil menahan emosi.
"Hukum aku mas, kalau mas tidak percaya, pukul aku sampai lebam seluruh tubuhku, bila aku terbukti aku keluar dengan lelaki lain." tukas Nita.
"Baik, sekarang aku akan menghukum mu," teriak Rimba.
Rimba akhirnya keluar dari kamar, ia mencari sesuatu, melihat sapu lidi dilantai kemudian dia mengambil satu helai.
Ia mengatakan, jika Nita tidak keluar dengan laki-laki lain, lenganmu pasti luka bakar. Dan itu sebagai hukuman.
Kemudian dia memukul betis Nita, sambil berkata, bila engkau keluar dengan lelaki lain, maka tidak bisa berjalan selama seminggu.
Nita lalu menyodorkan kedua lengannya, Rimba memejamkan mata sejekan, setelah itu dia memukulkan lidi itu ke lengannya dan tetap menyuruh Nita berdiri. Setelah memukul betisnya.
Rimba akhirnya berbaring dan ia pun terlelap. Namun sekitar 5 menit ia terjaga, ada suara yang mengingatkan agar kemampuan yang dia miliki tidak dipergunakan untuk menyakiti keluarganya.
"Tak usah berlebihan, cukup diwejang, tidak bisa diwejang tinggalkan, jangan sekali-kali menyakiti raga keluarga mu atau siapapun kecuali dalam keadaan terdesak," mendengar suara itu, lalu Rimba beranjak dan seketika melihat Nita yang menangis menahan sakit.
Dia melangkah ke arah khawatir tejadi sesuatu. Matanya tertuju pada lengan Nita, tampak ada luka bakar.
Nita menangis, mejerit karena menahan rasa sakit di lengannya. Sakit yang tak pernah dia rasakan seperti saat ini
Baca Juga: Dari yang Tersisa IV (bagian tiga)
Rimba lantas memeluknya sambil meminta maaf. Ia menyesal karena telah menyakiti raga Nita yang seharusnya tidak ia lakukan.
"Maafkan aku Nita," kata Rimba di tengah tangisannya.
Lantas ia menjilat luka itu agar Nita tidak merasakan dan lukanya jadi kering.
Tak berselang lama, Nita berhenti menangis dan lukanya pun sekita kering. Rimba kembali menjilat luka agar luka itu tidak berbekas. Ia berkata dalam tiga hari bekas luka itu, akan hilang.
***
Kendati Nita sudah mendapatkan hukuman, ia tidak kapok, masih tetap keluyuran dengan dua temannya itu. Hal itu diketahui setelah Rimba pulang dini hari usai tugas keluar kota.
Rimba sebenarnya marah saat itu, tapi dia tidak ingin menghukum Nita lagi, ia berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya. Hanya saja ia menegurnya dengan keras, tapi tetap saja dia selalu keluyuran bila Rimba sedang tugas ke luar kota.
Hingga akhirnya meminta bantuan rekan kerjanya, Puspa untuk mengintai Nita bersama dua temannya itu.
***
"Iya Ir, Nita sebenarnya penurut dan saat itu, aku sudah membebaskannya untuk nongkrong dengan siapapun, asal jam 9 malam sudah di rumah, karena aku percaya dia tidak macam-macam dan bisa melindungi diri." beber Rimba.
"Tapi aku enggak bisa memfasilitasi gaya hidupnya yang sering foya-foya, dikit-dikit uang, hingga ATM yang saya kasihkan untuk meremovasi rumah di lantai II juga ludes," ucap Rimba.
"Iya aku paham itu, itu penyesalan yang paling berbekas di hati Nita, dan aku pun tidak bisa memaksamu untuk kembali sama dia, aku hanya mendoakan semoga kalian diberikan jalan yang terbaik," kata Ira.
Ira menambahkan, dia sebenarnya juga jengkel dengan perilaku Nita, keras kepala tidak bisa dinasehati, bahkan sama saudara, familinya sering melawan.
Hanya saja, dia sedikit segan bila berada di hadapannya, sebab kata Ira dia menasehati Nita tidak dengan cara sarkas, tapi melalui hati ke hati.
Maka segala permasalahannya dia curharkan kepada Ira, termasuk penyesalannya karena membikin kesalahan saat masih menjadi istri Rimba.
Tapi Ira bijak, ia tidak bisa memaksakan Rimba untuk rujuk kembali dengan Nita, soalnya dia masih sering bersama kedua temannya tersebut, sehingga potensi untuk berfoya-foya sangat dimungkinkan.
Sebab sebesar apapun penghasilan Rimba, dipastikan tidak bisa menutupi gaya hidupnya itu, karena dia semakin lena bila memegang uang banyak.
Tapi ada satu hal yang terkesan bagi Rimba, ia juga merasa tersanjung. Saat Rimba hendak kembali bertugas ke Jatim, Nita menyusulkan ke Stasiun Gambir untuk menyerahkan tas selempangnya yang lupa di bawa.
Ia menghubungi Rimba dan menanyakan sudah sampai stasiun dan keberangkatan kereta.
"Mas tas selempang mu ketinggalan, masih lama kah pemberangkatan kereta?" tanya Nita.
"Iya sekitar dua jam lagi," jawab Rimba.
"Iya mas saya segera kesana," jawab Nita.
Rimba menyuruh Nita tidak menyusul, dan menjelaskan akan beli tas selempang baru, tapi Nita tetap memaksanya.
Setelah sampai di stasiun Gambir Nita segera menemui Rimba dan menyerahkan tas nya itu.
"Maafkan aku Nita merepotkanmu," kata Rimba sambil menatap Nita penuh kasih sayang.
"Enggak apa-apa Mas, hati-hati di jalan," kata Nita sambil memegang tangan Rimba, matanya berkaca-kaca melihat suaminya itu.
Sidoarjo, Februari 2021
Editor : awsnews.id