JAKARTA | ARTIK.ID - Referendum untuk mengakui masyarakat adat atau penduduk asli Australia dalam konstitusi berakhir dengan kegagalan.
Dalam pemungutan suara yang diadakan pada hari Minggu, 15 Oktober 2023, sekitar 60% warga Australia menolak usulan untuk memberikan suara kepada parlemen untuk masyarakat Aborigin dan Pulau Selat Torres.
Baca juga: Banjir dan Lahar Dingin di Sumbar, Update Terbaru Korban Meninggal 43 Orang
Usulan ini bertujuan untuk memberikan pengaruh kepada masyarakat adat dalam hal-hal yang berkaitan dengan mereka.
Hasil ini mengecewakan banyak orang yang mendukung pengakuan dan perjanjian dengan masyarakat adat, yang telah hidup di Australia selama puluhan ribu tahun sebelum kedatangan orang Eropa.
Mereka mengatakan bahwa referendum ini adalah kesempatan langka untuk memperbaiki hubungan antara penduduk asli dan non-asli, dan juga untuk meningkatkan kesejahteraan dan martabat masyarakat adat.
Australia adalah salah satu negara yang belum secara resmi mengakui atau mencapai perjanjian dengan penduduk asli, berbeda dengan negara-negara seperti Kanada dan Selandia Baru yang telah melakukannya.
Penduduk Aborigin dan Pulau Selat Torres hanya menyumbang 3,8% dari total populasi Australia, tetapi mereka menghadapi berbagai masalah seperti kemiskinan, diskriminasi, kesehatan buruk, dan kekerasan.
Para pemimpin masyarakat adat mengeluarkan pernyataan bersama pada hari Minggu, meminta warga Australia untuk menghormati dan merenungkan hasil referendum ini.
Mereka mengatakan bahwa mereka tidak akan menyerah dalam perjuangan mereka untuk mendapatkan pengakuan dan keadilan.
Baca juga: Siswa MIN 4 Jembrana Mengukir Prestasi dengan Meraih Juara Favorit Pildacil Se Provinsi Bali
"Kami adalah orang pertama di benua ini, dan kami akan terus berdiri tegak dan bangga. Kami tidak akan diam atau diabaikan oleh mereka yang datang kemudian," kata para pemimpin Aborigin, dikutip dari reuters.
Pemimpin-pemimpin Aborigin dan Pulau Selat Torres mengumumkan bahwa mereka akan mengibarkan bendera mereka setengah tiang selama tujuh hari sebagai bentuk protes terhadap penolakan referendum mengenai pengakuan konstitusional mereka.
Pemimpin senior Masyarakat Adat Australia dan mantan atlet rugby Lloyd Walker mengatakan bahwa perjuangan untuk rekonsiliasi masih jauh dari selesai, tetapi masyarakat tidak boleh menyerah.
“Kami bisa melihat bahwa kami tidak mendapatkan mayoritas suara, tetapi kami masih memiliki 40% orang yang mendukung kami. Itu sudah lebih baik daripada beberapa tahun yang lalu,” ujar Walker.
Seorang aktivis, Jade Ritchie mengatakan, ia merasa kecewa dengan hasil pemungutan suara pada Sabtu malam dan mengajak seluruh rakyat Australia untuk merasakan kehilangan ini.
Baca juga: Pembangunan Kantor Perwakilan DPD RI Jatim, Terobosan di Tengah Moratorium Menteri Keuangan
“Kami punya peluang untuk membuat perbedaan yang signifikan,” katanya.
“Masalah ketimpangan, kemiskinan, dan diskriminasi yang dialami oleh sebagian besar penduduk asli. kita selalu membahas hal ini dan pemerintah berusaha untuk menyelesaikannya dan inilah kita dengan usulan yang sangat rasional dan adil serta solusi praktis untuk masa depan, dan itu ditolak," pungkas Jade Ritchie.
(ara)
Artikel ini telah tayang sebelumnya di artik.id dengan judul "Ternyata Orang Australia Rasis, Penduduk Aborigin Tersingkir dan Terjajah". lihat harikel asli disini
Editor : Redaksi