Pawai Ogoh-ogoh di Surabaya, Melebur dan Membuang Perangai Buruk Manusia

awsnews.id
Foto: Dok Ni Ketut Rohani for ARTIK.ID

SURABAYA | ARTIK.ID - Acara Pawai Seni Ogoh-ogoh di Surabaya berlangsung dengan lancar pada hari Minggu (10/3/2024). Pawai ini dibuka oleh Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, beserta Ibu Rini Indriani.

Gelaran tersebut merupakan bagian dari rangkaian Hari Raya Nyepi 1 Saka 1946 dan diikuti oleh 2.500 umat Hindu. Rute pawai mengelilingi area sekitar Balai Kota Surabaya.

Baca juga: Banjir dan Lahar Dingin di Sumbar, Update Terbaru Korban Meninggal 43 Orang

Selain memperingati Hari Raya Nyepi, pawai Ogoh-ogoh juga digelar sebagai perwujudan Balai Kota Surabaya sebagai rumah toleransi. Hal ini menunjukkan bahwa semua agama dan budaya dapat merayakan momen penting mereka di Balai Kota Surabaya.

Pawai Seni Ogoh-ogoh sendiri merupakan karya seni patung yang merupakan perwujudan Bhuta Kala. Perayaan ogoh-ogoh diarak keliling merupakan tradisi yang mengandung makna untuk melebur dan membuang sifat negatif dalam diri manusia.

Setiap Ogoh-ogoh, setelah selesai dibuat, didoakan sebagai tanda penghormatan terhadap entitas spiritual yang diwakili. Selanjutnya, Ogoh-ogoh diarak keliling desa dengan suara riuh, menuju Sema (tempat pembakaran jenazah atau pekuburan), atau bahkan lahan kosong.

Di sana, Ogoh-ogoh dibakar sebagai bagian dari proses bernama Nyomnya Kala, yang bertujuan menetralisir energi negatif atau Bhuta Kala di dalamnya, menjadikannya energi positif.
Proses ini melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu yang maha dashyat.

Tradisi Ogoh-ogoh dilandasi oleh pemikiran yang berkaitan dengan kepercayaan dan agama Hindu Dharma, serta adat istiadat masyarakat Bali. Kehadiran Ogoh-ogoh selalu dikaitkan dengan upacara Tawur Kesanga, yang memiliki dimensi religius, sosial, budaya, dan ekonomi.

Baca juga: Siswa MIN 4 Jembrana Mengukir Prestasi dengan Meraih Juara Favorit Pildacil Se Provinsi Bali

Menurut Gunawan dan Surya Buana dalam studinya, upacara Tawur Kesanga memerlukan suara riuh karena sifat Butha Kala senang dengan suara yang serba keras.

Dalam gelaran pawai Ogoh-ogoh terdapat tindakan seperti menyalakan api dari daun kelapa kering, menyemburkan bau-bau mesiu, jagung, bawang, dan bunyi kentongan, gong, atau gamelan.

Semuanya bertujuan untuk mengembalikan posisi lima elemen utama penyusun alam semesta ke dalam sistemnya masing-masing.

Baca juga: Pembangunan Kantor Perwakilan DPD RI Jatim, Terobosan di Tengah Moratorium Menteri Keuangan

Pada akhirnya, Ogoh-ogoh bukan hanya sekadar representasi Bhuta Kala, tetapi juga menjadi bagian tak terpisahkan dari perayaan Hari Nyepi yang memiliki peran penting dalam melambangkan keinsyafan manusia akan kekuatan alam semesta dan waktu, serta memahami bahwa kebahagiaan atau kehancuran seluruh dunia bergantung pada niat luhur manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia.

(red)

Artikel ini telah tayang sebelumnya di artik.id dengan judul "Pawai Ogoh-ogoh di Surabaya, Melebur dan Membuang Perangai Buruk Manusia". lihat harikel asli disini

Editor : Redaksi

Politik & Pemerintahan
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru