Parlementaria Surabaya - Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) gelar Rapat Koordinasi (Rakor) Lintas Sektoral, bersama para stakeholder, atau instansi pemerintahan yang berwenang, di Hotel Bumi Surabaya, Jumat (17/11/2023).
Rakor yang berlangsung selama dua hari tersebut, membahas tentang Penanganan Dan Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Pekerja Migran Indonesia di Bandara Internasional Juanda, Jawa Timur.
Baca Juga: Massa Aksi Sesalkan Pemkot Surabaya Tutup Mata Aspirasi Warga Citraland Tolak Pembangunan Logos
Para peserta adalah perwakilan dari instansi yang berwenang terhadap pekerja migran Indonesia dan lintas batas wilayah negara di Jawa Timur, seperti, Pemda Jatim, Polrestabes Surabaya, Bea Cukai, KKP, Kantor Otoritas Bandar Udara, Angkasa Pura, TNI Angkatan Laut, Migrant Care, dan lain sebagainya.
Direktur Pelindungan Dan Pemberdayaan Kawasan Asia Dan Afrika BP2MI, Brigjen Pol. Suyanto, mengungkapkan secara umum, fakta dan modus yang kerap terjadi dalam praktik TPPO.
“Banyak calon korban penempatan kerja nonprosedural mengira hanya bekal paspor saja dapat berangkat bekerja ke luar negeri, padahal tiap-tiap negara, punya aturan dan persyaratan kerja yang berbeda. Contohnya persyaratan visa kerja, kontrak kerja, sertifikasi keahlian, dan sebagainya. Hal ini yang tidak dipahami oleh banyak Calon Pekerja Migran Indonesia,” ujar Suyanto.
Berkaca pada kasus perekrutan Pekerja Migran Indonesia oleh Myanmar, Kamboja, dan negara lainnya, yang mana para anak bangsa dieksploitasi sebagai scammer, Suyanto menyatakan bahwa penyelamatan mereka, sebagai Pekerja Migran Indonesia nonprosedural di tiap-tiap negara juga berbeda.
Menurut Suyanto, Kepolisian bisa meminta bantuan Interpol di satu negara luar, tapi untuk meminta bantuan di negara lain yang tidak punya hubungan bilateral dengan Indonesia, penyelamatan sulit dilakukan. Terlebih jika negara tersebut dalam kondisi konflik dan dikuasai militan bersenjata.
“Maka dari itu, pencegahan TPPO di dalam negeri juga tidak kalah penting daripada penyelamatannya. Saya berharap, ketika keluar dari ruangan ini, kita semua mampu implementasikan pencegahan TPPO, khususnya di gerbang keluar-masuk luar negeri di Bandara Juanda,” tuturnya.
Staf Khusus Kepala BP2MI, serta Dewan Pakar Satgas Sikat Sindikat BP2MI, Wawan Fahrudin, menyamakan perspektifnya dahulu tentang TPPO dan bagaimana perdagangan manusia ini aktif dan berjalan bahkan sampai pada detik ini.
“Jika kita bertanya data dari World Bank, Kemenlu, Imigrasi, serta Kemnaker, tidak ada satu suara pasti tentang jumlah Pekerja Migran Indonesia yang tersebar di luar negeri. Dari data World Bank, tercatat 9 juta Pekerja Migran Indonesia. Yang tercatat di sistem BP2MI, yaitu SISKOP2MI hanya 3,6 juta. Artinya, ada 5.4 juta Pekerja Migran Indonesia yang tidak tercatat, dan kemungkinan adalah korban TPPO,” jelasnya sebagai narasumber.
Baca Juga: Partai Politik Apresiasi Kinerja Eri-Armuji di Surabaya, PDIP?
Wawan berujar, bagaimana BP2MI dapat melindungi Pekerja Migran Indonesia, sedangkan jumlah dan lokasi mereka saja kita tidak tahu. Maka Ia menyampaikan bahwa, BP2MI sedang berbenah diri dalam tata kelola pelindungan Pekerja Migran Indonesia.
“Salah satu tata kelola kita adalah pembentukan Command Center yang dapat melacak identitas dan status Pekerja Migran Indonesia secara langsung. Asal mana mereka, bekerja ke negara apa, bekerja sebagai apa, gaji berapa, tinggal di mana di sana, dan lain sebagainya,” ungkapnya.
Tanpa tata kelola penempatan dan pelindungan Pekerja Migran Indonesia yang menyeluruh, BP2MI tidak dapat melindungi Pekerja Migran Indonesia secara optimal. Bahkan di depan Komisi IX DPR-RI, para stakeholder, serta Presiden RI sendiri, Wawan mengaku banyak pertanyaan permasalahan pekerja migran terkendala yang belum dapat dijawab.
“Kepala BP2MI, Benny Rhamdani terus menggaungkan Indonesia darurat TPPO, karena oknum TPPO sendiri, ada yang dibekingi oleh oknum aparatur-aparatur negara kita sendiri. Hal itu membuat pelaku TPPO seakan-akan untouchable. Kita perlu fatwa haram terhadap praktik TPPO,” pungkasnya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jatim, Dr. Himawan Estu Bagijo, mewakili Gubernur Jawa Timur menyambut baik para peserta yang hadir dengan menyatakan sikap mendukung pemberantasan TPPO di wilayah provinsi Jawa Timur.
Baca Juga: Adi Sutarwijono Pimpin Halal Bi Halal DPRD Surabaya Pasca Idul Fitri
“Setelah masa pandemi Covid, penempatan Pekerja Migran Indonesia turut membantu mengurangi angka pengangguran di Jawa Timur, karena pada masa itu, lapangan kerja dalam negeri dapat dibilang mati. Pada Oktober 2023, tercatat 59.000 lebih pekerja migran asal Jatim yang bekerja ke luar negeri. Tapi ingat, hanya yang tercatat saja,” ungkapnya sebagai tuan rumah.
Pemda Jatim, menurut Himawan memetakan para Calon Pekerja Migran yang rentan terkena TPPO yaitu, pekerja pada sektor informal, wanita, pekerja di bawah umur, pekerja lanjut usia, masyarakat adat, serta masyarakat tidak memenuhi syarat kesehatan.
“Dengan mendirikan fasilitas di Jatim seperti, menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan Kerja (Diklatker) yang terakreditasi; Memfasilitasi kepulangan Pekerja Migran Indonesia terkendala; Menerbitkan dan mengevaluasi kepada Kemnaker tentang izin Perusahaan Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI); Membentuk pos pelayanan Pekerja Migran Indonesia seperti LTSA pada tingkat provinsi; dan lain sebagainya, dapat menekan angka penempatan Pekerja Migran Indonesia nonprosedural,” tutup Himawan. (Humas)
Artikel ini telah tayang sebelumnya di parlementaria.id dengan judul "Rakor Lintas Sektoral Penanganan dan Pencegahan TPPO, Jatim Dukung Pemberantasan Perdagangan Manusia". lihat harikel asli disini
Editor : Redaksi