Bojonegoro - Menjadi seorang pengajar bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan pekerjaan mulia sekaligus menantang. Mereka pun dituntut untuk dapat menghidupkan pembelajaran melalui metode pembelajaran yang beragam.
Salah satunya dengan aktif menghadirkan media pembelajaran. Hal tersebut dirasakan oleh salah satu pengajar di SLB Negeri Sugihwaras, Suraji (27), alumnus PLB Universitas Negeri Malang.
Baca Juga: Asrilia Kurniati Maju Pilwali Surabaya Lewat Jalur Independen, Begini Program Ekonominya
Suraji bercerita, Sebelumnya ketika lulus kuliah di tahun 2019 ia mencoba peruntungan nasib, yaitu menaruh surat lamaran di SLB Negeri Sugihwaras. Karena memang saat itu adalah output dari jurusan yang ditekuni semasa berkuliah.
Bahkan ia mengaku, Mulanya sempat menemukan kendala dalam mengaplikasikan teori maupun keilmuan yang pernah diterapkan di SLB yang berada di Kota. Pertama kurang lebih sudah berbeda kultur/budaya. namun secara penanganan anak, menurutnya tidak ada hambatan
"Di SLB Negeri Sugihwaras ini beragam disabilitas. Mulai netra, hambatan pendengar, intelektual, fisik dan autis," ungkap Pemuda yang akrab disapa Aji kepada Rakyatjelata.com.
Namun dengan penerapan kurikulum merdeka yang saat ini di gaungkan oleh Pemerintah. Tentunya, sebagai seorang pendidik harus memilik kreativitas dan inovasi dalam pembelajaran di sekolah.
Salah satunya pembelajaran yang biasa diterapkan, juga tentunya memiliki variasi yang beragam. Seperti pemanfaatan Teknologi Informasi, pemanfaatan lingkungan dan pemanfaatan media pembelajaran yang ada di sekolah.
Baca Juga: Spucak Batu Sejuta Pohon Untuk Catcment Area Kota Batu
"Intinya seorang pendidik harus pro-aktif dan kreatif. Supaya pembelajaran itu tidak membosankan dan mudah diterima siswa," ujar pemuda asal Desa Balongrejo, Sugihwaras.
Disinggung terkait metode pembelajaran yang digunakan oleh beberapa penyandang difabel, menurutnya terdapat beberapa perbedaan. Seperti siswa penyandang disabilitas netra yang menggunakan pembelajaran dengan metode ceramah, lalu hambatan pendengaran cenderung menggunakan metode visual dan penjelasan kata benda.
Sedangkan hambatan intelektual menggunakan metode pembelajaran seperti siswa pada sekolah reguler. Namun materi yang disampaikan perlu di sederhanakan, untuk cerebral palsy menggunakan 2 penanganan.
"Pertama jika tidak ada hambatan pembelajaran pada umumnya, jika ada hambatan seperti intelektual maka materi yang disampaikan perlu disederhanakan," jelasnya.
Baca Juga: FPN Bersama Wali Kota Batu, Audensi Bahas Program SPUNCAK BATU
Ia berharap, ke depannya lembaga tempatnya mengabdi bisa membagikan ilmu dan memberikan pelayanan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus secara menyeluruh. Terutama bagi kemajuan pendidikan di Indonesia.
"Kepada para orang tua, kekurangan dan kelebihan seorang anak merupakan anugerah. Karena itu, setiap anak layak mendapat pendidikan yang baik," pesan Alum inus PLB Universitas Negeri Malang tersebut
Artikel ini telah tayang sebelumnya di rakyatjelata.com dengan judul "Cerita Suraji yang Memilih Abdikan Diri Mengajar Anak-anak Berkebutuhan Khusus". lihat harikel asli disini
Editor : Redaksi