Kali ini saya coba memulai dengan adanya Revolusi Perancis, bagaimana filosophi mengenai kopi punya peran besar.
Adalah Revolusi Prancis, suatu periode pergolakan politik dan sosial radikal di Prancis (1789–1799) yang memiliki dampak abadi terhadap sejarah Prancis, dan lebih luas lagi, terhadap Eropa secara keseluruhan. Revolusi ini merupakan salah satu dari revolusi besar dunia yang mampu mengubah tatanan kehidupan masyarakat. Demokrasi hadir secara masiv di banyak negara pasca itu.
Baca Juga: Asrilia Kurniati Maju Pilwali Surabaya Lewat Jalur Independen, Begini Program Ekonominya
Secara singkat, pergerakan rakyat (Revolusi) itu dimulai dari omong-omong tiap orang di kedai-kedai di kota Paris. Warung-warung kopi menjadi sentra perbincangan kebebasan. Karena banyak tema kritis di luar itu akan dianggap kriminal oleh negara.
Kondisi waktu itu persis sama dg kondisi saat ini di negeri INDONESIA. Ekonomi sedang sulit, harga naik, raja memanipulasi dirinya dengan kekuasan tanpa batas. Pejabat-pejabat negara korup.
Rakyat Prancis mengalami transformasi sosial politik yang epik; feodalisme, aristokrasi, dan monarki mutlak diruntuhkan oleh kelompok politik radikal sayap kiri, oleh massa di jalan-jalan, dan oleh masyarakat yang suka duduk di warung kopi.
Rakyat membangun kesadaran dengan mendengarkan orang-orang berilmu di warung-warung kopi. Seniman, budayawan, bahkan dosen-dosen ngopi-ngopi di warung-warung kopi. Bahkan banyak filsuf dan seniman dari Italia senang datang ke kedai-kedai di Prancis, karena mereka akan mendaparkan paparan mengenai hidup, politik dan konseptual berbangsa. Peradaban justru hadis di kedai-warung itu.
Kopi menjadi alat penghuhung berbagai ide. Tak ada orang takut berwacana, yang miskin ilmu yang menggali dan mendengar dari obrolan. Dan janhan lupa, kedai kopi juga ruang suasana romantik bagi yang jatuh cinta.
Singkat cerita, itulah kopi... Mengundang perubahan, bukan statis, bukan rasa takut, bukan juga otoriterian ala negara. Kopi adalah civilitation, peradaban sipil yang penuh aneka ragam pikiran. Kunci pikiran warga sipil itu adalah perubahan, kejujuran dan menolak keras kekangan apapun.
Baca Juga: Spucak Batu Sejuta Pohon Untuk Catcment Area Kota Batu
Di warung kopi egalitarian ada, bukan lantas kau seorang profesor lalu pada cium tangan, atau pemuka agama yang disembah-sembah. Di warung kopi tiap insan adalah kesederhanaan.
Itulah perubahan, kopi membawa mazhab baru; yakni demokrasi (bukan semata-mata mayoritas sebagai pemenang) namun disana ada kesetaraan, keadilan, kejujuran dan etika moral. Kopi adalah revolusi.
Ngaku orang kopi, tapi kau dukung ide korupsi, otoritarian dan bejat, itu pasti kopimu palsu. Kopi itu rakyat sipil, bukan ide keseragaman. Keberanian ada tiap tetes air yang berekstrasi dg tiap butir kopi.
Revolusi Kopi Indonesia, menolak rasa takut dan berani dengan perubahan. Pergerakan ini bisa dimulai dari omon-omon bebas di warkop di seluruh nusantara. Agar punya keberanian memotong kepala raja yang korup, seperti Raja Louis XVI dieksekusi, dipenggal kepalanya. Menyatakan bahwa raja korup dan manipulatif pantas dilenyapkan.
Baca Juga: FPN Bersama Wali Kota Batu, Audensi Bahas Program SPUNCAK BATU
Orang kopi itu berani berubah, cerdas dan berpikir. Negara Aristokrasi (atau jaman sekarang akrab disebut politik dinasti/--dengan memanipulasi hasil pemilu) harus digantikan oleh prinsip-prinsip baru; Liberté, égalité, fraternité (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan).
Mataram, 24 Pebruari 2024
Kang Soe
--tukang kopi--
Artikel ini telah tayang sebelumnya di rakyatjelata.com dengan judul "KOPI dan Pergerakan Rakyat". lihat harikel asli disini
Editor : Redaksi