SIDOARJO I rakyatjelata.com-Hampir seperempat abad, tepatnya sejak tahun 2000 Kepala Daerah Sidoarjo sedang tidak baik-baik saja, kasus yang sama dalam peranan tersandung korupsi masih saja dilakukan hal serupa yang berurusan dengan hukum kejahatan perampok uang Negara, Rabu (17/4/2024).
Sebelum Ahmad Muhdlor Ali atau sapaan Gus Muhdlor yang ditetapkan tersangka oleh KPK dugaan korupsi dalam pemotongan dan penerimaan dana insentif Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo. Ada nama penting diantarannya Bupati Sidoarjo Win Hendrarso periode 2000-2010 dan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah periode 2010-2021.
Baca Juga: Asrilia Kurniati Maju Pilwali Surabaya Lewat Jalur Independen, Begini Program Ekonominya
Daerah yang berjuluk kota Udang, Kota Petis, atau acap kali disebut kota Delta selalu dihadirkan dengan fenomena yang sudah biasa dilakukan tindak pidana korupsi yang diambil peran penting Bupati maupun di luar penjabat dan pelaksana harian yang ditunjuk untuk memimpin kabupaten di Provinsi Jawa Timur ini.
Win Hendrarso Bupati Sidoarjo periode 2000-2010
Win Hendrarso korupsi dana kas daerah Sebelum Gus Muhdlor, mantan Bupati Sidoarjo Win Hendrarso dan Saiful Ilah juga terjerat kasus korupsi. Bupati Sidoarjo periode 2000-2010, Win Hendrarso, ditetapkan oleh Kejaksaan Negeri Sidoarjo sebagai tersangka korupsi dana kas daerah senilai Rp 2,309 miliar yang berlangsung pada 2005.
Diberitakan (21/10/2013), kasus ini terbongkar dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Jawa Timur. BPK menemukan adanya miliaran rupiah uang kas daerah Kabupaten Sidoarjo yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Di tingkat kasasi, Win pun divonis hukuman lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta. Eks Bupati Sidoarjo ini juga wajib membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 2 miliar.
Saiful Ilah tertangkap KPK kasus suap
Saiful llah Bupati Sidoarjo periode 2010-2021
Baca Juga: Spucak Batu Sejuta Pohon Untuk Catcment Area Kota Batu
Mantan pendamping Win, Saiful Ilah, yang memenangkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2010 dengan kemenangan 60 persen, juga tidak lepas dari jerat korupsi. Di tengah periode keduanya, pada 7 Januari 2020, Saiful Ilah ditangkap melalui operasi tangkap tangan oleh KPK. dia ditangkap karena terlibat suap pengadaan proyek infrastruktur di Kabupaten Sidoarjo. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, terdapat lima lainnya yang terdiri dari tiga tersangka penerima suap dan dua tersangka pemberi suap. "Sebagai penerima, SFI (Saiful Ilah) Bupati Sidoarjo dua periode, 2010-2015 dan 2016-2021," kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Rabu (8/1/2020). Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya kemudian menjatuhkan hukuman pidana penjara selama tiga tahun kepada Saiful Ilah pada 5 Oktober 2020.
Hakim memutuskan, politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu terbukti menerima suap sebesar Rp 600 juta dari kontraktor untuk pembangunan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo.
Kembali jatuh ke lubang korupsi Sempat menghirup udara bebas selama setahun usai keluar penjara pada 7 Januari 2022, KPK kembali menahan Saiful Ilah atas dugaan gratifikasi. Melansir dari beberapa media, Selasa (7/3/2023), Saiful diduga menerima gratifikasi dari pihak swasta maupun aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dan direksi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Gratifikasi dalam bentuk uang maupun barang berharga itu diberikan seolah-olah sebagai hadiah, di antaranya seperti kado ulang tahun. Hingga pada 11 Desember 2023, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya menghukum Saiful Ilah dengan pidana penjara selama lima tahun dan denda sebesar Rp 500 juta subsider tiga bulan penjara. Hakim menilai, Saiful Ilah secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi menerima sejumlah gratifikasi senilai sekitar Rp 44 miliar.
Gratifikasi dari berbagai pihak tersebut baik dalam bentuk uang rupiah, dollar AS, maupun barang berharga seperti logam mulia, jam tangan, tas, dan ponsel.
Baca Juga: FPN Bersama Wali Kota Batu, Audensi Bahas Program SPUNCAK BATU
Sementara itu, jauh sebelum ditetapkan sebagai tersangka, KPK sempat menggeledah rumah dinas Ahmad Muhdlor Ali tepat di tengah perayaan Hari Jadi ke-165 Kabupaten Sidoarjo. Kala itu, Bupati Sidoarjo yang menjabat sejak 2021 ini sedang memimpin upacara peringatan di Alun-Alun Sidoarjo, Rabu (31/1/2024) pagi. Setelah upacara, sedianya kegiatan dilanjutkan dengan ramah-tamah dan makan bersama para tamu undangan di rumah dinas Pendopo Delta Wibawa. Namun tim penyidik KPK tiba-tiba datang bahkan saat para hadirin baru saja menginjak pendopo. Dalam konferensi pers operasi tangkap tangan kasus dugaan korupsi di Sidoarjo pada Senin (29/1/2024), Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengungkapkan Gus Muhdlor menerima jatah dari potongan biaya insentif.
"Pemotongan dan penerimaan dari dana insentif dimaksud di antaranya untuk kebutuhan Kepala BPPD dan Bupati Sidoarjo," kata Ghufron.
Lebih dari 3 bulan baru ditetapkan tersangka Menurut Ghufron, BPPD Sidoarjo bertugas dan berfungsi melayani pajak daerah. Pada 2023, BPPD berhasil mengumpulkan pajak sebesar Rp 1,3 triliun. Karena capaian pendapatan pajak tersebut, ASN di BPPD berhak mendapatkan dana insentif. Namun, insentif yang menjadi hak pegawai dipotong secara sepihak oleh Kepala Sub Bagian Umum (Kasubag) Umum dan Kepegawaian, sekaligus bendahara BPPD Sidoarjo, Siska Wati. Dari penggeledahan pendopo yang menjadi rumah dinas Gus Muhdlor pada 25-26 Januari 2024, penyidik mengamankan uang tunai dalam pecahan asing hingga mobil. "Turut diamankan pula sejumlah uang dalam bentuk mata uang asing dan tiga unit kendaraan roda empat," terang Ali Fikri. Meski Januari lalu KPK telah terang benderang mengungkap keterlibatan Gus Muhdlor, politikus PKB itu tak kunjung menjadi tersangka. KPK baru mengumumkan status hukum Gus Muhdlor sebagai tersangka pada hari, Selasa (16/4/2024).
Artikel ini telah tayang sebelumnya di rakyatjelata.com dengan judul "Rekor Bupati Sidoarjo Yang Semua Tersangdung Kasus Korupsi, Sejak Tahun 2000!". lihat harikel asli disini
Editor : Redaksi